Mohon tunggu...
Cucu Cahyana
Cucu Cahyana Mohon Tunggu... Administrasi - Guru Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing

Urang Sunda, Suka Baca, Bola, Biru...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mengamini Martin Luther King

4 Juli 2010   17:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:06 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sungguh luar biasa wejangan Martin Luther King. Menurut beliau, jika kita belum menemukan sesuatu yang kita rela mati untuknya maka tak pantas kita hidup di dunia ini.

Ngisi hari minggu dengan tidur-makan-tidur plus nonton film, aduhai, nikmat rasanya bermalas-malasan. Bangun untuk shalat shubuh berat rasanya, apalagi tak tidur cukup waktu karena nonton pertandingan Spanyol VS Paraguay. So, tidur lagi abis shalat. Padahal pepatah Emah (Ibu) dan Bapa selalu terngiang-ngiang: "Tidur sehabis shalat shubuh bisa bikin bodoh, tulalit en telat loading, hilang rezeki pula". Tapi pepatah itu tinggal pepatah, apadaya tidur belum cukup.

Bangun pukul 10.30 terus makan. Sehabis dhuhur ngerujak bareng teman-teman kost, MANTAP!. Tidur lagi hingga sore hari. Selepas itu, bangun terus muter cakram berisi film alias DVD. Judul filmnya jelas tertulis di cover, "TRAITOR". Film lama memang, tapi kata seorang teman termasuk layak tonton.

Benar saja, bahkan sampai berulang-ulang saya puter. Memang tidak keseluruhan saya ulang-ulang, khusus bagian saat si tokoh utama mengucapkan kalimat yang menurutnya adalah perkataan Martin Luther KIng. Kalimat itu berbunyi: "IF A MAN HASN'T DISCOVER SOMETHING THAT HE WANT TO DIE FOR, HE ISN'T FAIR TO LIVE".

Hampir sepuluh kali saya putar dan putar lagi. STOP! saya pause sebentar di akhir kalimat itu. Saya merenung, bertanya kepada diri sendiri "adakah yang sesuatu yang ingin saya mati untuknya?". Pertanyaan itu terus saya tanyakan. Apa jawaban hati saya? "Nggak ada tuh" katanya meluncur tanpa ada yang menghalangi sedikitpun.

Benar, rasa-rasanya belum ada sesuatu apa pun yang saya rela mati untuk sesuatu itu. Kekasih? ah, sampai saat ini saja belum ada nomor istimewa di handphone saya. Untuk orangtua? halah-halah kelaparan sedikit saja merengek dan menengadahkan tangan kepada mereka. Lalu pantaskah saya masih hidup?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun