Mohon tunggu...
Cahyadi Kurniawan
Cahyadi Kurniawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Buruh kerah biru tinggal di Solo.

Tukang sinau.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Penting, Inisial untuk Korban Kejahatan

25 Mei 2013   04:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:04 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Bermula dari sebuah pemberitaan online yang menurunkan laporan kematian seorang sales promotion girl (SPG) produk rokok di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (21/5/2013). Dalam berita itu dikisahkan, korban yang namanya disebutkan secara lengkap itu tewas dengan luka di leher serta dalam kondisi mengangkang telanjang bawah. Dalam berita itu juga disebutkan bahwa korban adalah mahasiswi sebuah perguruan tinggi di Semarang.

Lalu, rasa penasaran pun timbul. Saya pun lantas meng-copy nama lengkap korban sebagaimana tertulis dalam berita dan mem-paste di beberapa situs jejaring sosial seperti Twitter dan Facebook. Alhasil, saya pun mendapati akun seorang perempuan dengan data persis seperti yang dicantumkan dalam berita. Bahkan, akun itu memiliki foto yang bisa saya katakan cukup update.

Di Twitter, saya menjumpai korban melakukan twit terakhir sekitar satu bulan sebelum ia meninggal. Di sana, terdapat beberapa fotonya bersama seorang pria. Kuat dugaan seorang pria itu adalah kekasihnya. Pasalnya, twit terkait foto itu terbilang romantis.

Akun korban juga sempat mendapatkan mention dari beberapa akun Twitter lain. Kebanyakan, akun mengetik ungkapan bela sungkawa. Barangkali mereka adalah kerabat atau rekan korban. Tak sedikit juga twit yang melengkapinya dengan identitas lain, seperti: foto korban semasa hidup, keterangan dia mahasiswi jurusan apa, angkatan berapa, alamat tinggal, dan sebagainya.

Bahkan, ada juga yang nge-twit seenaknya dengan menulis, "Kasian ya [Nama Korban] u,u .. Padahal cantik *eh ._.." Ada pula yang menulis twit, "Di koran ada korban pembunuhan namanya ["Nama Korban"] nama gabungan aku sama adek :|." Kendati demikian, tak sedikit yang menulis "RIP" dan serangkaian doa yang pada umumnya orang ucapkan saat mendengar berita duka.

Lain halnya dengan Facebook. Di Facebook, saya menjumpai beberapa foto korban bersama rekan-rekannya, identitas korban,  dan beberapa status korban. Di sana juga tercantum riwayat pendidikan korban runtut mulai SMA dan perguruan tinggi. Saya tidak bisa membaca timeline korban dengan lengkap karena kami tidak atau belum berteman.

Mengacu pada kejadian seperti yang saya ceritakan di atas, saya menarik beberapa kesimpulan, di antaranya: situs jejaring sosial kini menjadi semacam daftar riwayat hidup yang paling up to date. Di sana, pemilik akun dengan sadar menuliskan kabar terkini tentangnya melalui status dan twit, mengunggah foto-foto terbarunya, termasuk memperbarui profil dirinya. Semua itu bisa dilakukan kapanpun, dimanapun, dan tanpa prosedur yang ribet seperti halnya saat hendak memperbarui data kartu tanda penduduk (KTP) atau rekening bank.

Dengan demikian, informasi yang disajikan dalam jejaring sosial terbilang lebih mutakhir ketimbang data yang tercantum dalam KTP atau surat izin mengemudi (SIM) seseorang. Artinya, riwayat hidup seseorang bisa dilacak setiap hari bahkan setiap menit. Di satu sisi, ini menjadi fenomena yang lumrah di masyarakat abad XXI. Namun, di sisi lain, pengguna jejaring sosial tanpa sadar tengah melakukan penelanjangan identitasnya. Sebab, setiap orang bisa dengan mudah menemukan identitas orang lain melalui situs jejaring sosial.

Hal ini juga terlepas dari perilaku pengguna jejaring sosial dengan pola role play identity. Pengguna jejaring sosial tidak semuanya menggunakan identitas asli sebagai bagian dari akun yang dimilikinya. Tak sedikit juga ditemukan pengguna yang menggunakan identitas lain yang berbeda dengan kondisi asli pemilik dengan motif yang beragam tentunya.

Melihat fenomena semacam itu saya berpikir perlu untuk menuliskan inisial bagi para korban pembunuhan. Selama ini, inisial hanya dilakukan kepada mereka yang menjadi korban tindak asusila dan mereka yang diduga menjadi tersangka. Inisial juga digunakan untuk para korban dan pelaku yang masih di bawah umur.

Pentingnya inisial untuk korban kejahatan memiliki beberapa pertimbangan. Pertama, demi kepentingan humanisme, keluarga korban tentu tidak ingin kematian anggota keluarganya yang tergolong tak wajar itu naik ke permukaan. Lalu, oleh sebab ketidakwajaran itu, nama korban menjadi buah bibir di masyarakat. Apalagi, kondisi korban yang tewas dalam keadaan telanjang membuat seribu pertanyaan dan dugaan, apa yang dilakukan pelaku terhadap korban sesaat sebelum meninggal.

Media dalam melakukan pelaporan terhadap peristiwa kejahatan hendaknya melakukan swasensor dengan menempatkan korban seakan menjadi bagian dari keluarga sendiri. Perkara di sini bukan soal subjektifitas. Yang dikedepankan di sini adalah sisi humanisme dari jurnalisme. Bukankah media, secara teori, harus bertanggung jawab kepada masyarakat daripada kepada pemilik modal?

Sebaliknya, untuk tersangka, perlu pencantuman nama lengkap pelaku. Hal ini diperlukan agar semua pihak yang membaca berita itu tahu lantas waspada. Dampak ini menjadi semacam efek pembuat jera bagi para pelaku kejahatan termasuk di dalamnya kejahatan luar biasa dan kejahatan kerha putih.[]

Note: tulisan ini juga bisa Anda baca di bilikide.com.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun