[caption id="attachment_385266" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi koperasi. (Kompas)"][/caption]
Beberapa waktu lalu Menteri Koperasi & UKM RI AAGN Puspayoga menyampaikan bahwa telah ditandatangani MoU antara pemerintah dengan Ikatan Notaris Indonesia (INI) tentang pembebasan biaya akta pendirian badan hukum koperasi yang diperuntukkan bagi usaha mikro kecil di Indonesia.
Sejurus ini adalah hal baik. Selama ini yang sering menjadi kendala bagi UMKM untuk mengakses dana ke lembaga keuangan adalah karena banyak UKM yang tidak berbadan hukum. Selain itu dengan memiliki legalitas yang sah UKM dapat pula menjangkau berbagai standardisasi dan juga perijinan sehingga diharapkan dapat meningkatkan daya saing UKM kita secara global.
Namun, kebijakan ini masih juga perlu kita kawal.
Menurut Asosiasi BDS Indonesia, kebijakan pemerintah ini mesti kita apresiasi dan didukung dalam implementasinya. ABDSI bahkan juga berkomitmen untuk membantu melakukan verifikasi terhadap lahirnya koperasi-koperasi baru skala mikro ini.
Koperasi adalah model badan hukum yang memiliki tujuan ekonomi dan tujuan sosial secara seimbang. Bentuk usaha inilah yang diharapkan dapat membawa kesejahteraan bagi masyarakat kita yang mayoritas berada dalam ketegori mikro dan kecil. Namun dalam prakteknya, untuk mendirikan koperasi itu tidaklah mudah. Membangun koperasi adalah satu hal, membangun usaha inti koperasi adalah hal yang lain.
Sebagaimana yang diatur dalam undang-undang bahwa koperasi minimal didirikan oleh 20 orang. Saya bisa membayangkan bagaimana kesulitan di lapangan untuk mengumpulkan minimal 20 orang untuk didaftar sebagai pendiri sebuah koperasi. Usaha mikro sebagian besar merupakan usaha perorangan atau individu. Jika jenis usaha ini yang akan didorong naik kelas dengan berbadan hukum, nampaknya akan ada sekian banyak kesulitan teknis di lapangan, terutama itu terkait persyaratan minimal jumlah pendiri tadi.
Jangan sampai demi mencapai target jumlah badan hukum koperasi baru, justru mengesampingkan keberlanjutan usahanya. Mudah mendirikan sesuatu, yang paling sulit adalah mempertahankannya berdiri dan membuatnya tetap bertumbuh.
Kemungkinan lain yang bisa terjadi dengan adanya program ini adalah akan muncul banyak koperasi fiktif atau bodong. Koperasi didirikan hanya untuk mengejar target jumah pendirian, namun sebenarnya anggota yang didaftarkan fiktif dan usahanya bisa jadi sebenarnya tidak ada. Tentu hal ini sama-sama tidak kita inginkan. Namun melihat pengalaman selama ini di lapangan, hal seperti ini patut kita waspadai dan kita pantau bersama. Kita berharap pemerintah tidak mengejar peningkatan kuantitas UKM saja namun lebih mendorong kepada peningkatan kualitas dan daya saingnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H