Kalaupun nanti benar-benar akan dihapus, Pertamina juga akan mengikuti keputusan pemerintah. Ini hierarki dari suatu kebijakan publik berdasarkan tugas pokok dan fungsinya (Tupoksi).
Penghapusan Premium itupun juga tidak sepenuhnya salah. Setidaknya dari sisi kelestarian lingkungan. Karena kebijakan tersebut, sebagaimana disampaikan MR Karliansyah, untuk menekan konsumsi bensin yang dampak emisinya sangat tinggi.
Sebagaimana kita tahu, Premium merupakan BBM yang memiliki nilai oktan 88. Angka ini merupakan yang terendah diantara jenis BBM lainnya.
Di dunia ini sudah tidak banyak lagi negara yang menggunakannya. Hanya sekitar 7 negara yang masih menggunakan Premium, termasuk kita. Selain itu ada Bangladesh, Kolombia, Mesir, Mongolia, Ukraina, dan Uzbekistan.
Sebagian besar negara lainnya sudah beralih ke BBM yang lebih berkualitas. Indikatornya adalah menggunakan BBM yang nilai oktannya tinggi, terutama di atas RON 91.
Semakin tinggi nilai oktan suatu BBM, maka emisi yang dihasilkan akan semakin rendah. Otomatis akan mengurangi polusi udara yang disumbangkan dari knalpot kendaraan bermotor.
Pertamina sendiri berkomitmen untuk mendorong penggunaan BBM dengan RON lebih tinggi, karena selain baik bagi lingkungan juga akan berdampak positif untuk mesin kendaraan dan udara yang lebih bersih.
Demi mendukung langkah pemerintah itu, Pertamina menginisiasi Program Langit Biru. Program edukasi ini memberikan stimulus berupa promo-promo BBM kepada konsumen agar tergerak untuk mencoba BBM dengan kualitas lebih baik.
Program Langit Biru diharapkan akan dapat diterapkan lebih luas sehingga kualitas udara di Indonesia bisa lebih baik
Kalau menurut saya, penghapusan BBM jenis Premium ini masih akan menjadi polemik. Meski begitu, kita harus lihat dari dua sisi.
Memang dalam jangka pendek akan memaksa masyarakat untuk membeli bahan bakar yang lebih mahal, tetapi dampaknya juga positif untuk kita. Sehingga menurut saya di sini tidak ada yang dirugikan.