Mohon tunggu...
Cahaya Putra Kurnia Wijaya
Cahaya Putra Kurnia Wijaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Masih Belajar

Penulis amatir yang hobi berolahraga dan menyukai hal-hal berbau super hero.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mural sebagai Bentuk Kritik Sosial

14 Oktober 2021   21:56 Diperbarui: 14 Oktober 2021   22:25 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Masih di masa pandemi ini, Indonesia belum lama ini dikagetkan dengan muncul beragam seni mural yang dianggap kurang pantas. Mural-mural ini hadir di berbagai tempat sebagai bentuk kritik sosial dengan media seni. 

Tidak berselang lama aparat mulai bertindak dengan menghapus mural-mural tersebut. Yang menjadi pertanyaan apakah yang dilakukan aparat ini merupakan hal yang benar atau bahkan akan menimbulkan hal yang serupa dikemudian hari.

Mural sudah dikenal sejak lama sebagai bentuk mengekspresikan seni. Dengan berkembangnya zaman mural mulai berubah bukan hanya sebagai bentuk mengekspresikan seni, tetapi juga menjadi media untuk melakukan kritik sosial. 

Misalnya muncul mural yang mirip dengan Presiden Joko Widodo dengan tulisan "404: Not Found" sempat menggemparkan media sosial, tidak lama kemudian aparat melakukan penghapusan terhadap mural tersebut karena dianggap melecehkan lambang negara. 

Selain itu, juga terdapat mural yang bertuliskan "Tuhan Aku Lapar", "Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit", dan masih banyak lagi.

Pada dasarnya mural-mural tersebut menunjukkan pandangan senimannya terhadap keadaan dan keresahan masyarakat Indonesia, khususnya di era pandemi ini. 

Mural-mural ini juga menjadi wadah masyarakat untuk menyampaikan kritiknya, yang seharusnya dijadikan sebagai salah satu pertimbangan ketika hendak mengeluarkan kebijakan-kebijakan. 

Agar nantinya kebijakan yang telah dikeluarkan tidak malah membebani dan merugikan rakyat. Mural seperti ini juga berhasil menarik simpati masyarakat. Hal ini menandakan keberhasilan seniman dalam menyampaikan pandangannya.

Akan tetapi, pada kenyataannya mural-mural semacam ini jarang dijadikan sebagai sebuah pertimbangan. Pemerintah lebih memilih untuk melakukan penghapusan terhadap mural-mural semacam ini. 

Penghapusan ini sendiri juga tidak menyelesaikan masalah karena mural tersebut telah lebih dulu tersebar di dunia maya. Penghapusan ini juga menunjukkan adanya pembatasan dalam menyampaikan kritik dan juga menggambarkan keadaan demokrasi di Indonesia sedang tidak baik.

Kritik yang disampaikan dalam mural ini menunjukkan bukti kepedulian masyarakat, khususnya seniman terhadap keadaan yang terjadi di Indonesia pada saat ini. 

Untuk itu apabila pemerintah menanggapi hal semacam ini secara berlebihan, misalnya dengan melakukan penghapusan dan memburu para senimannya. Jika hal semacam ini terus dilakukan, maka bentuk kritik seperti ini akan terus ada dan akan lebih berkembang lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun