Tragis. Itulah ungkapan tepat melukiskan kejadian yang menimpa mursi dan bangsa mesir. Setelah sekian puluh tahun dalam cengkraman DEMOKRASI SEMU, disaat mencoba mempraktekan demokrasi yang demokratis justru di KUDETA oleh pihak militer di bawah komando jendral As sisi. Kemalangan yang menempatkan mursi dan mesir dalam katagori tragis adalah ketika ternyata kudeta itu diam-diam di amini dan di dukung oleh orang-orang dan Negara yang menyatakan diri menjadi pendukung HAM, pengusung demokrasi dan kebebasan di dunia.
Dengan dalih menyelamatkan demokrasi maka mereka itu menjagal demokrasi secara terang-terangan tanpa rasa malu. Terlebih lagi dilakukan dengan cara kudeta,cara barbar yang sangat jauh dari demokratis. Alasan bahwa demokrasi mesir di tangan mursi berpotensi di selewengkan untuk kepentingan IM maka para tokoh mesir seperti El Barade’i dan yang lainya merestui dan mendukung militer melakukan kudeta terhadap mursi. Sebuah tindakan anti demokrasi “demi demokrasi” . Tampak dengan jelas dan telanjang di mata kita bahwa Demokrasi boleh di jagal jika tidak sesuai dengan kepentingan para “PEMILIK DEMOKRASI”. Seolah-olah demokrasi hanya sah dan boleh di menangkan atau di milki oleh golongan mereka sendiri.
Kemenangan MURSI yang demokratis dan konstitusional menjadi batal dalam pandangan para pelopor demokrasi karena MURSI ADALAH JANIN DEMOKRASI YANG TIDAK DI HARAPKAN KELAHIRANYA DI MUKA BUMI. Sehingga kehadiranya tidak perlu di pertahankan tetapi harus segera di ABORSI, di bunuh atau di habisi. Kelahiranya meskipun dengan cara demokrasi dianggap berbahaya bagi demokrasi, sebuah logika yang kacau dan sesat.
DEMOKRASI PARA FIR’AUN
Kelahiran bayi macam ini sangat di takuti. Ketakutan yang tidak jelas sebabnya. Apakah ketakutan akan datangnya kebaikan ke muka bumi ataukah ketakutan kehilangan pengaruh, pengikut dan kekuasaan.Sepertinya cerita bayi demokrasi bernama mursi ini hampir sama persis dengan kelahiran bayi bernama MUSA dalam kitab suci. Pemilik kekuasaan bernama FIR’AUN sejak jauh-jauh hari, atas bisikan peramal yang tak lain adalah manifestasi iblis yang ada di sekelilingnya, membuat fir’aun membuat keputusan membabibuta.
Fir’aun di dukung para pengikutnya memutuskan bahwa setiap bayi laki-laki dengan cirri-ciri tertentu harus di bunuh. Di dorong ketakutan yang kuat itu akhirnya fir’aun memerintahkan setiap bayi laki-laki yang lahir harus di bunuh, tanpa pandang bulu, jangan ada yang tersisa. Perintah itu di taati oleh para pengikut fir’aun. Setiap sudut bumi di pasang mata dan telinga untuk memata-matai dimana ada bayi lahir. Maka setiap bayi seperti musa atau mursi harus segera di habisi tanpa belas kasihan.
HANYA TUHAN saja yang mampu menolong dan menyelamatkan bayi-bayi semacam itu. Bila dalam DEMOKRASI suara rakyat adalah SUARA TUHAN maka tidak ada cara lain agar para” juru selamat” dapat selamat maka haruslah bisa merebut suara tuhan. Merebut seluruh suara rakyat. MEREBUT RASA CINTA rakyat sebagimana cintanya istri fir’aun kepada bayi musa. Cinta yang kuat dan dalam.
Itulah yang harus bisa di lakukan PKS di Indonesia. Merebut cinta rakyat bangsa ini dengan kebaikan-kebaikan dan prestasi kerja nyata. Jika tidak maka nasibnya tidak akan jauh berbeda dengan bayi-bayi demokrasi lain yang telah dijagal dan dihabisi tanpa ampun oleh para pengusung demokrasi berwatak fir’aun, yang sampai kini masih terus hidup abadi di permukaan bumi. Penjagalan itu bisa terjadi seperti yang telah di alami partai FIS di Aljazair, HAMAS di Palestina dan terakhir yang kini tengah berlangsung adalah apa yang terjadi pada mursi di mesir. Untuk PKS sendiri kasus LHI (terlepas dari benar atau salahnya nanti hasil sidang) menunjukan gejala awal yang mengarah seperti itu.
Kejadian di mesir, aljazair dan palestina menimbulkan tandatanya besar. Apakah memang tidak layak kelompok islam untuk memenangkan pemilu? Jika Demokrasi adalah satu-satunya cara yang dianggap “BOLEH” dan di izinkan di seluruh permukaan bumi sebagai sarana menuju kekuasaan lalu mengapa ketika kelompok islam seperti mereka telah nyata menang secara demokratis dan konstitusional lalu masih juga berbagai pihak tidak mau menerima dengan lapang dada??
DUA SISI WAJAH DEMOKRASI
Kepercayaan bahwa selama ini demokrasi bersifat universal dan dapat di terima semua manusia terbukti hanya isapan jempol belaka. Rusaknya demokrasi bukan oleh orang yang anti demokrasi tapi di tangan para pengusung demokrasi itu sendiri . Mereka bermuka dua. Memiliki dua wajah. Satu wajah MANIS untuk para pemenang demokrasi yang sesuai dengan keinginan hatinya dan satu wajah BENGIS untuk para pemenang demokrasi yang tidak di inginkan kehadiranya.