Mohon tunggu...
Cahaya Fajar
Cahaya Fajar Mohon Tunggu... -

Seorang manusia yang menangis ketika lahir ke dunia

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Rindu Hujan

4 September 2012   07:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:56 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_197108" align="alignnone" width="451" caption="foto: http://illawise.com/2011/06/07/hujan-bulan-juni/"][/caption]

Rasanya seperti baru kemarin Kami melihat bunga-bunga itu mulai bersemi,

Tapi entah mengapa kini mereka layu dan sebentar lagi semuanya akan mati?

Rasanya seperti baru kemarin tanaman-tanaman padi disawah Kami mulai menguning,

Tapi entah mengapa Kami gagal panen karena tanahnya kini mengering?

Rasanya seperti baru kemarin Kami masih bisa mandi di sungai,

Tapi entah mengapa kini airnya telah berubah menjadi pasir dan batu yang tercerai- berai?

Kemarau panjang kini telah merengut tawa dari wajah Kami, kini menjadi sering merindu karena hujan tak kunjung datang

Kami tak tahu pada siapa harus marah, apakah pada orang-orang kota yang mengutuk hujan karena membuat rumah mereka banjir atau orang desa yang menghujat hujan karena membuat desa-desa mereka longsor, atau pada diri Kami sendiri yang membenci hujan karena sering gagal panen karenanya?

Entah karena apa sebabnya tapi nyatanya kini kemarau manjadi lama dan hujan tak kunjung tiba

Hujan……….

Masihkah kau ingat bau tanah sawah Kami yang kemarin kau basahi?

Masihkah kau ingat rumah-rumah Kami yang kemarin kau banjiri?

Masihkah kau ingat hujan, masihkah kau ingin datang kembali dan membasahi kami?

Kini Kami berharap dari yang biasanya tak pernah kami harapkan, memuja hal yang biasanya kami persoalkan, merindu dari yang biasanya tak pernah Kami rindukan, mendamba dari yang biasanya tak pernah Kami dambakan karena kau adalah hujan dan hadirmu takan bisa Kami terka karena bagian dari rahasia Tuhan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun