Mohon tunggu...
Arihdya Caesar
Arihdya Caesar Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Masih belajar menjadi manusia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kemana Para Kader Partai Islam Itu?

1 Januari 2014   13:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:16 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Kita harus mendukung kader kita di pemilu walikota kawan!", teriak salah satu kader partai Islam.

"Tapi kan hanya jadi wakil walikota?", tanya salah satu kader lainnya.

"Tak apa. Yang penting ada kader kita yang jadi", jawab pemimpin kader itu.

Bergulirlah kampanye ramai-ramai mendukung salah satu pasangan walikota di salah satu kota bernuansa kembang. Profil Facebook dan Twitter para kader diganti fotonya menjadi foto pasangan calon walikota dan wakil walikota yang calon wakil walikotanya adalah kader partai Islam itu. Latar belakang pembuat Facebook dan Twitter yang tak jauh-jauh dari Yahudi tak lagi dihiraukannya dan memang biasanya seperti itu walaupun mereka menggelorakan anti Yahudi dalam kehidupan sehari-harinya. Yang penting ada media untuk mengkampanyekan kadernya. Yang penting kadernya bisa duduk di kursi pemerintahan.

Para simpatisan partai Islam itu terkenal seantero jagad sebagai kader yang "kelihatannya" mengerti benar tentang agama. Semangat dakwah dan Islam seperti menjiwai setiap gerak langkahnya walaupun presiden partainya sendiri "kecelethot" lubang korupsi. Maka setelahnya, partai itu tak lagi memakai slogan anti korupsi. Slogan partainya mereka ganti menjadi kata-kata yang nadanya tetap memikat masyarakat untuk memilihnya.

Memang dilematis bagi para kader partai Islam itu karena mau tak mau mereka harus memilih pasangan walikota dan wakil walikota yang calon wakil walikotanya adalah kadernya sendiri walaupun mungkin dalam hati kecilnya, mereka tak begitu setuju dengan sosok calon walikotanya.

Singkat cerita, calon walikota dan wakil walikot yang diusung partai Islam itupun terpilih sebagai walikota dan wakil walikota kota yang berhawa dingin itu. Para kader begitu senang dan mensyukuri kemenganannya. Seakan perjuangan mereka tak sia-sia mengkampanyekan pasangan walikota dan wakil walikota di berbagai tempat.

Beberapa program inovatif perlahan dirasakan para warga kota. Mulai dari pembenahan ruas-ruas jalan, pembenahan taman kota, hingga program sistemik penanggulangan banjir. Sosok walikota yang memang masih muda mudah diterima oleh warga sekitar terutama oleh kaum mudanya. Seakan para kawula muda kota merasa terwakili oleh sosok walikota yang bersahaja dan murah senyum itu.

Hingga pada suatu perayaan hari raya agama lain diberitakan pak walikota menghadiri open house di salah satu rumah ibadah pemeluk agama itu di kotanya. Bahkan pak walikota mendeklarasikan semacam perjanjian toleransi antar umat beragama. Harmonis sekali.

Entah kemana para kader partai Islam yang dulu mendukungnya. Seperti memakan kata-katanya sendiri, biasanya para kader partai Islam itu sangat anti "bermesraan" dengan pemeluk agama lain, bahkan menghukumi haram mengucapkan selamat hari raya kepada pemeluk selain agamanya.

Kita mungkin sudah maklum karena isi pengajian yang biasanya digelar oleh para kadernya itu juga tak jauh dari menjelek-jelekkan pemeluk agama lain. Buntutnya ya mereka seperti membuat pembatas sendiri dengan pemeluk agama lain.

Mengucapkan selamat hari raya ke pemeluk agama lain saja haram bagi mereka, lha ini kok orang yang didukung habis-habisan oleh para kadernya malah "bermesraan" dengan pemeluk agama lain? Kalau orang biasa yang "bermesraan" apalagi yang tak sesuai dengan nada perjuangan partainya, oleh para kader dibantai habis-habisan, atau setidaknya di-buly di media sosial. Tetoooott.... Kecolongan satu....

Waktu begulir, pada akhir bulan Desember, pak walikota kembali mem-posting dukungannya terhadap temahaul salah satu ulama yang biasanya dijelek-jelekkan oleh partai bernafaskan Islam ini. Pak walikota menyetujui bahwa tema toleransi sangat penting untuk digelorakan di jaman sekarang ini.

Ups.... Seolah menelan ludah sendiri, orang yang didukungnya malah mendukung semangat salah seorang tokoh ulama yang selama ini selalu diperolok-olokkan.

Kini tibalah pada puncak pergantian tahun masehi. Pak walikota ternyata membuat semacam perayaan di jalan utama kota itu dengan mendekorasi jalan sedemikian rupa sehingga para warga bisa berkumpul di jalan itu untuk menikmati pergantian tahun bersama walikota.

Tak terlalu berbeda jauh dengan perayaan hari raya agama lain, biasanya para kader partai Islam itu pun melarang-larang orang merayakan pergantian tahun masehi. Mulai dari alasan bukan kebiasaan orang Islam hingga membuang-buang uang untuk membeli kembang api.

Substansi masalah yang saya tekankan sebenarnya bukan pada hukum merayakan hari raya agama lain ataupun tahun baru, tetapi dimana tanggung jawab dukungan dari para kader partai itu? Mungkin mereka akan berdalih bahwa pak walikota bukanlah kader mereka, tapi jika saya bertanya siapa yang mendukungnya pada pemilu lalu, kira-kira apa mereka masih mau berkilah?

Bukankah biasanya mereka akan berkata jika seseorang memfasilitasi perbuatan dosa, maka ia juga mendapatkan dosa yang dilakukannya. Anggaplah "bermesraan" dengan pemeluk agama lain dan merayakan tahun baru-biasanya-dihukumi haram oleh para kader, maka bukankah para kader yang dulu mendukungnya juga ikut kecipratan dosanya karena memfasilitasi terpilihnya pak walikota? Dimana pak wakil walikota yang merupakan kader partainya?

"Sudahlah, tak usah memperolok kader partai itu", ajak salah satu teman saya.

"Ini bukan masalah memperolok ataupun tidak, ini masalah konsistensi pergerakan yang sebenarnya dari dulu sudah saya pertanyakan. Bukankah biasanya mereka memprotes habis-habisan ke orang lain di luar partainya jika tak sesuai dengan nafas perjuangan mereka? Ini kok adem ayem saja."

"Mungkin mereka sedang berusaha untuk merubahnya pelan-pelan", kilah teman saya itu.

"Ya, mungkin. Atau kalau tak sanggup, mereka akan mengalihkan isu sehingga masyarakat tak menyoroti ketidakkonsistensian mereka seperti yang biasanya mereka lakukan", jawab saya mengakhiri pembicaraan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun