Semenjak naiknya pemberitaan tentang konflik Palestina, marak aksi boikot pada produk yang terafiliasi dengan Israel. Restoran waralaba hingga produk kebutuhan sehari-hari seperti deterjen dan pasta gigi terkena imbasnya pada penjualan. Aksi ini dapat dilihat sebagai sebuah langkah bertempur yang setidaknya dapat dilakukan oleh orang yang jauh lokasinya dari konflik ini.Â
Sepertinya dampaknya nyata. Restoran ayam goreng tepung yang mahal sekali dengan inisial M memberikan tawaran potongan harga yang cukup besar. 3 ayam, 3 nasi dan 3 minuman hanya sekitar 60 ribuan, yang mana biasanya 1  ayam dengan nasi harganya adalah 30 ribuan. Belum  lagi tawaran beli satu dapat satu produk lagi gratis dari produk kebutuhan sehari-hari.Â
Sejak lama memang kita selalu memiliki produk pengganti untuk setiap kebutuhan kita, yang sering disebut, dalam pelajaran sekolah, barang subtitusi. Dengan perkembangan informasi yang pesat seperti era akhir zaman ini, semua produk memiliki pengganti. Bahkan istri saya mengganti deterjen dengan sabun yang terbuat dari buah lerak.Â
Sebut saja satu produk dalam kepalamu, lalu cari produk itu di ecommerce-mu tercinta. Banyak sekali merk dengan kualitas yang bahkan lebih bagus. Masih belum percaya? Baca saja ulasan yang ada di laman produk itu. Gengsi dengan produk yang tampak di billboard jalan? Kehadiran mereka lekat dengan hidupmu, itulah yang membuat mereka mahal, bukan kualitasnya.
Jujur, kualitas barang pengganti tidak pernah lebih buruk, malah akan lebih baik dan aman. Bayangkan berapa biaya yang harus ditekan demi memiliki iklan yang berada dimana-mana jhingga kita awam dengan sebuah produk. Dibanding dengan merk yang jarang atau hampir jarang kita dengar dan membuat produk yang memang sengaja berkualitas lebih unggul namun tanpa usaha berlebih dan hitungan matang pada iklan yang menyusup masuk dimana saja kapan saja.Â
Percayalah, ayam goreng tepung mahal itu tidak lebih enak dari ayam goreng tepung buatanmu sendiri dengan tepung dan bumbu lokal. Atau cobalah beli ayam goreng pinggir jalan yang berharga sekitar 7 ribu rupiah, tak enak pun kamu masih bisa beli empat kali lagi dan baru seharga satu paket. Coba pula memakannya dengan sambal bawang, bukan dengan saus sambal botolan yang hanya mengandung ekstrak sambal 2 persen.Â
Jadi, untuk apa boikot? Sekalian saja ganti semua produk kebutuhan hidup kita sekarang dengan merk lain yang lebih berkualitas dan bukan hanya membakar kita dengan iklannya. Sadarlah, letak kekuatan kita di tengah arus kapitalisme global adalah ketidakmauan kita untuk membeli.
Dipananta 24 november 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H