Mohon tunggu...
Dipananta
Dipananta Mohon Tunggu... Buruh - manusia menulis

belajar untuk menulis untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mawar untuk Dewi (Terinspirasi Lagu Matraman dari The Upstairs)

2 Agustus 2021   12:20 Diperbarui: 2 Agustus 2021   12:34 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Angkutan kota silih berganti datang menawarkanku tumpangan di persimpangan bawah jembatan itu. Beberapa gerombol anak sekolah melintas di depanku dengan wajah setengah lelah setengah sumringah karena telah usainya jam sekolah sambil waspada melihat sekitar. 

Aku lihat juga kemacetan padatnya Jakarta diiringi senja yang tidak diperhatikan lagi oleh para penduduknya. Datang pula perempuan-perempuan malam yang menjajakan dirinya pada pria hidung belang. 

Aku bertahan bersama sekuntum mawar yang masih saja merah diterpa kuning cahaya lampu di depan kantor polisi seberang pengetikan. Aku beranjak pulang setelah melihat dua orang perempuan malam terakhir pulang.

Di rumah, aku letakkan mawar itu dalam botol plastik bekas air minum. Lalu, aku mandi untuk membersihkan seluruh debu kota hari itu yang ada di badanku, sambil mengada-ada tentang keberadaan Dewi. Mungkin hari ini ia dijemput oleh ayah dan ibunya yang sedang berada di Jakarta, sehingga tak kutemui dirinya menunggu angkutan di perempatan Matraman-Pramuka siang tadi. 

Pikirku melayang pada masa depan yang akan kami bangun setelah kembali bersama nanti. Kubayangkan kami akan kembali berjalan-jalan di taman, mengunjungi pameran, hingga melukis bersama di dalam kamar yang akan berakhir dengan sanggama. 

Ah, aku rindu pada rambut bobnya yang terlalu pendek, wajah bulatnya, aroma tubuhnya yang tak pernah berparfum, serta bibirnya yang selalu tak pernah bisa kutebak kata dan nadanya. Aku melamun, diam-diam aku rapalkan doa dan kunitipkan rindu pada air yang mengalir di tubuhku.

Keesokan harinya, semua orang yang kutemui di kampus menanyakan tentang Dewi. Jelas aku tak bisa menjawab, karena aku pun tak tahu di mana dia. Ia tak ada di kelas, tidak juga di kantin. Seorang sahabat Dewi terlihat pura-pura tidak tahu-menahu tentang keberadaan Dewi. 

Seusai kuliah, aku datangi rumahnya, namun yang kutemui adalah penjaga rumah yang baru bekerja sejak kemarin. Si penjaga rumah baru itu enggan memberitahukan ke mana perginya seisi rumahnya karena mungkin belum mengenaliku. Malamnya, aku menelepon rumah Sekar, sahabat dekat Dewi, yang juga adalah sahabatku. 

Ia pasti tidak akan merahasiakan apa-apa, pikirku. Ia memberikan kabar kalau Dewi bersama keluarganya sedang pergi ke Bandung dan akan kembali besok. Hatiku mendadak bergemuruh karena telah mendengar kabar tentang Dewi. Aku hendak melaksanakan rencana brilianku lagi besok, namun kulihat mawar yang ada di dalam botol telah mati, karena aku lupa mengisi botol itu dengan air.

Dewi selalu berangkat dan pulang melewati persimpangan Matraman-Pramuka. Kunanti ia di depan kios-kios jasa pengetikan sambil menggenggam sepucuk surat bergambar mawar dan kata-kata yang menggambarkan kerinduanku akan dirinya. Lagi, kulihat seluruh kejadian di persimpangan itu hingga merasa hafal rentetan kejadiannya. 

Hanya saja hari ini aku harus sedikit lebih lincah dari sebelumnya, karena dua gerombolan anak sekolah saling bertempur. Celurit terayun, mistar dan batu terbang melayang. Reda sebentar, lalu dua kerumunan lain entah darimana datang dengan emosi yang serupa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun