Kaset Modern English milik Jimi yang berputar sepanjang perjalanan kembali mengumandangkan lagu Melt With You dan membangunkanku. I'll stop the world and melt with you, lirik ini menggantung pada ujung kantuk yang tersisa.Â
Kulihat beberapa orang mondar-mandir di jalanan sekitar mobil kami. Tak berselang beberapa lama dari bangunku, kulihat Dewi dengan kacamata barunya membawakan rantang yang biasanya ia bawakan untukku pada seorang lelaki yang berdiri di depan rumah kos seberang rumahnya. Aku yakin isinya adalah nasi tim buatannya yang selalu ia bawakan untukku di kampus.Â
Kuperhatikan setiap gestur yang dilakukan oleh sepasang manusia itu untuk meyakinkan diriku. Kulihat nada-nada cinta melayang di ruang antara mereka. Sekejap saja, aku tak tahu mau berbuat apalagi. Jimi sedang seru terlelap saat kutengok.Â
Setelah Dewi kembali masuk ke dalam rumah, aku turun dari mobil dan membawa lukisan mawar yang telah kubuat . Entah apa sebabnya, lidahku seperti mengingat rasa nasi tim buatan Dewi saat itu. Aku letakkan saja lukisan mawar itu di bawah kotak pos menghadap ke jalan, lalu kutinggalkan dan kembali ke Jakarta. Apalah arti sebuah nama, mawar adalah mawar, apalah arti sebuah bunga di kota kembang, pikirku. Â
………..
Seorang mahasiswa seni rupa yang sedang berjalan menuju kampus dengan santai, memandangi lantas mengatai lukisan mawar itu karena warna merahnya yang buruk. Seorang mahasiswa jurusan fisika ITB melihat lukisan itu dan mengira-ngira sudah berapa lama lukisan mawar itu berada di luar terkena panas matahari dan hujan sehingga warnanya menjadi buruk.Â
Seorang tentara yang sedang menuju kampus melihat lukisan itu dan terinspirasi untuk memberikan nama regunya, tim mawar.
Sorenya, seorang pemulung diam-diam mengambil lukisan mawar itu, kemudian memajang sekaligus menggunakannya untuk menambal tembok kayu rumahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H