Mohon tunggu...
Dipananta
Dipananta Mohon Tunggu... Buruh - manusia menulis

belajar untuk menulis untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Music

Jason Ranti: Ajaran Nakal untuk Selalu Bermain-main

29 Juli 2021   12:23 Diperbarui: 29 Juli 2021   15:59 790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Musik. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Ini hanya sehelai kesan saya pada karya Jason Ranti.

Berawal dari sebuah grup musik bernama Stairway to Zinna, lalu berlanjut menjadi musisi solo karena alasan personil lain yang terlalu sibuk untuk bermusik. Jason Ranti adalah seorang musisi yang memiliki kemampuan bermain gitar dan penulisan lirik yang unik. Rangkaian nada yang atraktif namun teduh, serta lirik yang nakal dan kritis terhadap hal sehari-hari adalah ciri khasnya. 

Dari lirik-lirik nakal itu pendengarnya diajak untuk tersenyum sekalian berpikir tentang realita sosial, ketidakadilan serta makna-makna dalam lagunya. Rangkaian lirik yang dirakit Jason terdengar jujur, lugas, kritis, juga slebor mirip dengan musisi 80an Indonesia, atau sang punggawa lagu rakyat Indonesia, Iwan Fals. 

Gaya sarkastik, satire, hiperbola dan humor dalam lirik Jeje, sapaan akrab Jason Ranti, serta petikan gitar yang renyah membuat lagu-lagunya mudah diterima oleh banyak pendengar. Walaupun, beberapa lagu memiliki isu-isu yang sensitif yang dibahas, seperti ideologi, agama serta kata-kata yang seringkali tersensor. Tak hanya kritis, Jeje sendiri juga memiliki beberapa lagu cinta yang berkisah tentang percintaannya, namun tidak terdengar terlalu cengeng seperti lagu cinta populer yang beredar di pasaran. 

Prasetya (2019) menyatakan Jeje memilih untuk membuat lagu dengan 1 bagian, namun dengan pengulangan melodi dan lirik yang berbeda. Jason Ranti dalam membuat lagu Bahaya Komunis sedikit mengesampingkan musikalitas yang menggunakan aransemen yang kompleks, dan lebih memilih lirik sebagai kekuatan utama untuk menyuarakan ide dan gagasannya, sekaligus sebagai kritik mengenai fenomena paranoia bahaya laten komunis yang beberapa tahun terakhir muncul kembali kepermukaan, dan menjadi bahan perbincangan masyarakat luas. Bila, pada umumnya, lagu bergenre folk 

Salah satu contohnya adalah lagu Bahaya Komunis yang sederhana dalam tata musik, namun kompleks dalam lirik yang panjang dan sarat gagasan. Lirik lagu tersebut adalah demikian:

Terus terang aku khawatir

Dengan komunis di tanah air

Yang belakangan hidup kembali

Dari dalam gang,

di pikiran, di pinggiran,

di selangkangan

Ini mungkin tanda-tanda

kudetanya yang mutakhir

Ooo.. telepon nine one one!

....

Lirik lagu ini dapat dikatakan persona Jeje yang nakal, panjang dan sarat makna serta gagasan. Terlihat dari lagu ini, fenomena yang diambil sebagai bahan lagu adalah paranoia masyarakat akan komunis belakangan ini. Berbagai premis-premis unik, humoris dan hiperbolis tergambar dalam lagu ini. Secara, aransemen lagu ini memiliki musik yang repetitif dan statis. Kurang lebih, seperti inilah gaya penulisan Jason Ranti. Di lagu lain, Jason Ranti juga memunculkan beberapa diktum sastrawi yang diplesetkan olehnya, seperti dalam lagu tentang Sapardi Djoko Damono yang berjudul, Lagunya Begini, Nadanya Begitu. Isi liriknya seperti ini:

Berlayar ke Depok di waktu pagi hari

Sambil menulis lirik untuk lagu pop

Bilangnya begini, maksudnya begitu

Kita abadi, yang fana itu waktu

....

Dalam sebuah wawancara di kanal Youtube Shindu's Scoop, Jeje mengaku bahwa tidak memiiki kedekatan khusus dengan dunia sastra, namun memang gemar membaca dan memiliki teman yang mengoleksi banyak buku sastra. Dari lagu diatas, kita dapat melihat gaya tulis humor Jeje yang suka memain-mainkan puisi. Beberapa patahan lirik dalam lagu di atas adalah reproduksi makna dari puisi Sapardi Djoko Damono. Contohnya adalah lirik "Aku ingin ngopi dengan sederhana" yang lekat dengan penggalan puisi Sapardi yang berbunyi "Aku Ingin mencintaimu dengan sederhana". 

Secara industri, hal yang menarik dari Jason Ranti adalah tidak adanya album musiknya di berbagai wadah musik digital sepert Spotify dan Joox. Musik-musiknya beredar di kanal Youtube dan pentas musik. Di wawancara yang sama, Jeje menyatakan bahwa tidak adanya album karyanya di wadah digital adalah karena dirinya tidak bisa dan tidak mengerti cara memasukkan lagu. Serta, dalam wawancara lainnya yang dilansir oleh kumparan.id, Jeje mengaku sudah nyaman dengan distribusi lagu tanpa platform musik, sudak cukup dan bahkan ia takut serakah. 

Bahkan, Jeje mengaku dalam sebuah wawancara dengan Gofar Hilman, bahwa sempat tak ingin lagi menggunakan Instagram karena merasa lebih baik tak dikenal. Namun, dengan berbagai pertimbangan dari manajer dan rekan-rekan kerjanya, ia berkompromi untuk tetap menggunakan Instagram. Hal seperti ini atau sikapnya yang tetap mengutamakan kenyamanan diri sendiri dalam keterkenalan dan industri musik digital adalah sebuah tindakan anti-kemapanan.

------

Setidaknya, kita bisa belajar dari Jeje. Nakallah selalu bermainlah selalu dan jangan pusing pada hal-hal duniawi seperti pencapaian yang terhitung oleh angka. Ketika bermain, kita akan serius tanpa merasa serius. Tak perlu pusing dengan distribusi, atribusi dan perhitungan-perhitungan ekonomis yang tidak panjang-panjang amat.  Main-main saja. Satu lagi, nakal boleh, jahat jangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun