Mohon tunggu...
Cindy Amelia Dwie Febrianti
Cindy Amelia Dwie Febrianti Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Saya adalah seorang yang suka menulis saat menyendiri.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kebaya Korea 'Crop Top': Di Mana Kearifan Lokal Budaya Kita?

27 Mei 2024   13:00 Diperbarui: 27 Mei 2024   13:49 3118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah arus globalisasi yang semakin deras, tren fashion sering kali mengalami perubahan drastis dan cepat. Salah satu fenomena terbaru yang kini hangat diperbincangkan adalah kebaya Korea "crop top". Tren ini menggabungkan kebaya tradisional Indonesia dengan gaya crop top yang populer di Korea. Sebagai seorang mahasiswa yang peduli terhadap pelestarian budaya, saya merasa perlu untuk mengkritisi fenomena ini, mengingat pentingnya kearifan lokal dalam menjaga identitas budaya kita.

Mengapa Kebaya Indonesia kok bisa menjadi Kebaya Korea crop top?

Menurut Kamus Mode (2011:113) kebaya adalah pakaian tradisional wanita Indonesia berupa blus atau atasan berlengan panjang, dengan bukaan di depan. Kebaya telah lama menjadi simbol keanggunan dan kehormatan. Namun, dengan adanya tren seiring perkembangan zaman, kebaya tradisional telah dimodifikasi menjadi lebih modern. Gaya ini mungkin menarik bagi sebagian orang yang menginginkan tampilan yang lebih trendi dan fashionable. Namun, di balik keindahan visualnya, ada beberapa aspek yang perlu kita renungkan. Terutama saat munculnya Kebaya Korea yang sangat tidak merefleksikan simbol keanggunan dan kehormatan seorang wanita.

Transformasi kebaya menjadi "crop top" ala Korea ini dapat dilihat sebagai bentuk penyalahgunaan budaya. Kebaya tradisional memiliki nilai historis dan makna yang mencerminkan kearifan lokal. Dengan mengubahnya menjadi crop top, kita mungkin tanpa sadar telah menghilangkan esensi dari kebaya itu sendiri. Kebaya bukan sekadar pakaian, melainkan bagian dari identitas kita sebagai bangsa Indonesia. Penyalahgunaan ini bisa mengaburkan makna asli dan mengurangi nilai sakral dari kebaya tradisional.

Ketika kita mengadopsi gaya dari budaya lain dan menggabungkannya dengan budaya kita, ada risiko terjadinya pengaburan identitas. Kebaya Korea crop top mungkin terlihat menarik, namun dapat mengurangi penghargaan terhadap kebaya tradisional. Generasi muda yang tumbuh dengan tren mungkin lebih mengenal kebaya dalam bentuk yang telah dimodifikasi, dan kurang memahami nilai historis serta kultural dari kebaya asli. Ini bisa berdampak pada hilangnya apresiasi terhadap warisan budaya kita.

Seperti yang kita ketahui bahwasannya Indonesia dikenal dengan norma sosial yang cenderung konservatif, terutama dalam berpakaian. Kebaya Korea crop top, dengan potongannya yang lebih terbuka, mungkin dianggap tidak sesuai dengan norma tersebut. Meskipun fashion adalah bentuk ekspresi diri, penting untuk tetap mempertimbangkan konteks budaya dan sosial. Perubahan yang terlalu drastis dan tidak sensitif terhadap nilai-nilai lokal bisa menimbulkan kontroversi dan perdebatan di masyarakat.

Sebagai seorang mahasiswi yang peduli terhadap budaya, saya percaya bahwa kearifan lokal adalah kunci dalam menjaga identitas dan warisan kita. Kearifan lokal mencakup nilai-nilai, tradisi, dan praktik yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Dalam konteks kebaya, kearifan lokal ini tercermin dalam desain, cara pemakaian, dan makna yang terkandung di dalamnya. Dengan memahami dan menghargai kearifan lokal, kita dapat menjaga kelestarian budaya dan identitas bangsa.

Untuk menghadapi tantangan era globalisasi yang berkembang sangat pesat ini, pendidikan budaya menjadi sangat penting. Generasi muda, terutama gen Z saat ini perlu dididik mengenai sejarah dan makna dari kebaya tradisional. Dengan pemahaman yang lebih baik, mereka dapat lebih menghargai dan menjaga keaslian kebaya. Selain itu, pendidikan budaya dapat membantu mengembangkan rasa bangga terhadap warisan budaya kita, sehingga mereka tidak mudah terbawa arus tren yang dapat mengaburkan identitas.

Dari beberapa pemaparan tersebut, kebaya Korea crop top adalah contoh nyata dari bagaimana globalisasi dapat mempengaruhi budaya lokal. Sebagai mahasiswa yang peduli terhadap pelestarian budaya, saya menekankan pentingnya menjaga kearifan lokal dalam menghadapi perubahan zaman. Kebaya, sebagai simbol budaya Indonesia, sebaiknya tetap dipertahankan keasliannya dan dihargai nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Boleh saja memodifikasi kebaya tradisional menjadi kebaya modern yang mengikuti perkembangan zaman agar tetap trendi, tetapi perlu diingat juga bahwasannya ada makna dibalik semua warisan budaya kita termasuk kebaya ini. Dengan demikian, kita tetap bisa mempertahankan kearifan lokal dari tanah air kita tercinta ini. Kita juga harus brave atau berani dalam membela kearifan dan keaslian budaya kita yang seenaknya saja dirubah oleh orang lain, juga kita harus dapat lebih memperkenalkan keaslian budaya kita ke seluruh penjuru dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun