Mohon tunggu...
Analgin Ginting
Analgin Ginting Mohon Tunggu... Human Resources - Saya seorang pencinta kemanusiaan, suka berbagi untuk kebaikan bersama

Regenerasi dari akun Kompasiana sebelumnya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Determinasi Perasaan Sakit Hati

12 Agustus 2022   15:34 Diperbarui: 12 Agustus 2022   15:55 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seolah olah stimulus yang dia dapat/terima itu segera menentukan pemikiran dan prilakunya.  Dia tidak lagi memakai otaknya untuk menyaring informasi atau stimulus itu.  Ibarat tanaman putri malu, begitu mendapat sentuhan di daunnya segera mengkerut.  Begitu ada rangsang dari luar segera dia meresponnya.  Dan respon responnya sudah dapat diprediksi atau ditentukan oleh orang yang mengamatinya.

Sedangkan  orang proaktif tidak serta merta merespon apapun stimulus yang dia terima.  Dia akan jeda sebentar, atau menyaring dan memikirkan responnya.  

Dan responnya itu selalu positif karena  berlandas kepada prinsip prinsip kebenaran dan universal.  Steven Covey menambahkan bahwa ada 4 wahana yang dipakai seseorang ketika menyaring informasi atau stimulus dari luar yaitu kesadaran diri, daya imaginasi, suara hati dan kehendak bebas.

Suatu kali saat dia masih kuliah di Afrika Selatan  Mahatma Gandhi tiba tiba  dipukul di wajah dengan kencang oleh seorang mahasiswa berkulit putih.  Apa respon Mahatma Gandhi,  di Negara yang kala itu masih menerapkan system aparteid?   Dia diam sebentar lalu dia berbicara dengan volume suara yang tidak terlalu  keras,  "hey kawan, kalau kamu berfikir saya marah karena kamu sudah meninju saya, kamu salah,   saya tidak marah"

Nah respon Mahatma Gandhi terhadap stimulus berupa bogem / tinju orang lain di wajahnya sesuatu yang sangat mengejutkan  karena dia membuat pilihan dengan kehendak bebasnya (memilih dan memutuskan)  berdasarkan kesadaran dirinya, imaginasinya dan suara hatinya.  Sistem nilai Mahatma Gandhi pun pasti ikut berperan yaitu nilai nilai universal yang dia tanamkan dalam hatinya.

Respon  Pak Sambo saat  mendengar telepon dari Istrinya (seandainya benar)  adalah respon yang sangat reaktif bukan respon seorang yang proaktif.  Seharusnya ada jeda waktu bagi Pak Sambo untuk memberikan kesadaran dirinya, imaginasinya, suara hatinya dan kehendak bebasnya saat menentukan pilihan atau keputusannya medengar laporan istrinya tersebut.  

Jadi saya bisa memahami kebingungan Pak Samuel Hutabarat ayah alm Brigadir Yoshua  terhadap pengakuan Pak Sambo.  Mengapa dia akhirnya membiarkan sakit hatinya untuk merencanakan pembunuhan kepada sang ajudan Brigadir Yoshua. 

Rasa heran Pak Samuel dan rasa heran kita semua bertambah besar mengingat Pak Sambo pasti sudah harus melewati berbagai  pendidikan formal dan pengalaman lapangan untuk bisa menjadi seorang jenderal.  Bahkan Pak Sambo pernah dilaporkan perwira Polisi yang paling cepat (usia paling muda) meraih bintang atau jenderal polisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun