Suatu saat saya diundang oleh persekutuan kaum ibu di gereja kami.  Thema pertemuan pada saat itu, bagaimana meningkatkan peranan orang tua dalam membangun karakter anak, dengan perbandingan Film Ngeri Ngeri Sedap.  Saya merasa sangat tertantang sekali mempersiapkan acara ini, karena topiknya sangat menarik apalagi jika menjadikan  film Ngeri Ngeri  Sedap yang "meledak" itu diangkat sebagai perbandingan.Â
Saya katakan meledak, karena sudah lebih dua bulan Film Ngeri Ngeri Sedap ini tayang di bioskop di seluruh Indonesia, dan jumlah penonton sudah melewati 2.800.000 orang. Â Wooow suatu pencapaian yang sangat luar biasa, dari satu film yang mengangkat thema kehidupan satu suku bangsa di Indonesia.
Dan ketika saya melakukan persiapan sambil mengingat ingat adegan film Ngeri Ngeri Sedap, saya menemukan beberapa hal yang cukup mengejutkan dan juga menjadi sumber pembelajaran. Â Beberapa diantara nya adalah :Â
Pemilihan Judul "Ngeri Ngeri Sedap"Â . Mengapa ini judulnya dan dimana letak ngeri ngeri namun sedapnya? Â Rupanya penerapan strategi "pura pura bercerai" itu lah yang membuat film ini akhirnya menetapkan judulnya. Â Karena bagi orang Batak, termasuk Batak Karo sangat jarang ada perceraian. Â Â
Sekalipun sudah memuncak pertikaian atau konflik antara suami dan istri maka tidak pernah sampai kepada perceraian. Â Karena banyak sekali perangkat dalam adat, atau dalam agama yang akhirnya mendamaikan suami dan istri yang sedang bertengkar. Â Saya pribadi punya pengalaman mendamaikan kembali tiga pasang yang mengalami konflik diawal perkawinannya dan sudah siap bercerai. Â Pendekatan yang saya lakukan kala itu adalah pendetakan adat dicampur dengan nilai nilai agama. Â Saat ini ketiga pasang itu hidup rukun sekali. Â
Jadi memilih strategi pura pura bercerai, cukup riskan.  Barangkali Sutradara Bene Dion Rajagukguk sendiri pun pada awalnya merasakan ngeri ngeri juga tentang thema perceraian ini.  Sebab bisa saja tidak diterima oleh komunitas Batak (seperti Film Naga Bonar, yang sukses dimana mana kecuali di Sumatra Utara).  Namun akhirnya, Sedap.  Seluruh Crew Film ini, Pemain, Sutradara, Produser  merasakan sedapnya sekarang.  Sebab 2.812.606 orang penonton sampai diberitakan tanggal 12 Juli, sungguh angka yang fantastis.
Saat saya di depan persekutuan kaum ibu di gereja kami GBKP Graha Harapan Bekasi, saya tanya kepada sekitar 50 orang peserta siapa yang sudah menonton film  Ngeri Ngeri Sedap?  Hampir semuanya mengangkat tangan.  Hanya sekitar 2 atau 3 orang yang tidak angkat tangan tanda belum menonton.  Saya tanya lagi siapa yang sudah lebih sekali menonton?  Ada dua orang ibu yang mengangkat tangan.  Woow.  Lalu saya tanya lagi, siapa yang acting nya paling berkesan ?  Hampir semua ibu ibu mengatakan dengan lantangnya, "Tika Panggabean".
Sumber photo : https://travel.okezone.com/
Ketika saya lebih dalam bertanya, apa yang bisa dipelajari dari tokoh ibu, yaitu Tika Panggabean, Â Maka secara silih berganti ibu ibu menjawab.
- Setia
- Tegas
- Penuh Kasih Sayang kepada anak anaknya.Â
- Tidak memarahi suami (saat mencari suaminya ke lapo, dia hanya menatap suaminya tidak berkata kata) Â
- Mau menuruti arahan suami untuk berpura pura cerai dan berpura pura mesra sepulang dari lapo, dan di tengah jalan berpapasan dengan pendeta.Â
- Tidak sekedar mengalah ketika merasa tidak cocok dengan suaminya, dia pulang ke rumah orang tuanya. Dan dari sana dia memberi instruksi kepada suaminya, sebagai syarat dia mau rujuk lagi.Â
Saya tanya lagi apa yang bisa dipelajari dari suaminya ? Â Sebelum menjawab para ibu ibu serentak berteriak ''uuuuuuuu''
- Lalu tiba tiba ada yang berkata, "keras kepala".Â
- Mau menang sendiri
- Tidak mampu menghargai anak anaknya
- Cengeng, mengadu kepada ibunya sendiriÂ
- Menilai secara subjektif pekerjaan anaknya (mengatakan pelawak bukan pekerjaan yang terhormat)
- Namun seorang ibu berkata, tapi akhirnya dia mau terbuka dan berubah  juga kan ?
- Iya, setelah dia minta makan dirumah ibunya dan bertanya sama ibunya sendiri (opung)
Merespon jawaban ibu ibu tentang tokoh bapak, saya akhirnya mengajukan sebuah pertanyaan guyonan.Â
"Mengapa laki laki Batak tidak banyak melakukan polygami? " Â
Ibu ibu itu merasa heran dengan pertanyaan saya, tidak mempunyai jawaban.Â
Akhirnya saya jawab sendiri. Â "Karena laki laki Batak tidak punya niat untuk ber polygami". Â
"Ya ialah" Â serentak ibu ibu itu berseru sambil tertawa kecil. Â
Maksud saya, (saya menimpali), Â "karena laki laki Batak itu punya Lapo, jadi tidak sempat berfikir untuk berpolygami, habis waktunya dan tenaga nya bernyanyi dengan lepas bebas di Lapo. Hahaha, respon saya. Dan Ibu ibu pun ikut tertawa.Â
"Maka nya jangan larang suami Anda ke Lapo, karena itu akan mengkekalkan perkawinan Anda," kata saya sambil tersenyum.
Bukan hanya dari tokoh ibu dan bapak kita bisa memetik pembelajaran, bahkan dari opung pun ada kata kata pembelajaran.Â
"Kau menyekolahkan anak anakmu jauh ke kota, supaya mereka menjadi seperti Burung Garuda, tapi kau sendiri memperlakukan anak anakmu seperti burung dara', salah kamu itu, kata Opung dengan penuh kasih sayang.Â
Dari tokoh anak, Domu dan adik adiknya termasuk Sarma, pun ada pembelajaran yang sangat penting,  "bahwa anak anak Batak itu sangat menghormati dan menghargai orang tuanya".  Mereka memang menjadi dirinya sendiri, teguh dengan keputusannya dan pilihannya, namun rasa hormat dan sayangnya kepada orang tua tidak akan pernah hilang.  Ada sebuah nilai dalam keluarga Batak, dan saya yakin dalam semua keluarga orang Timur pun demikian  bahwa hormat kepada orang tua  adalah sebuah keharusan yang amat bernilai.
Saat kami pulang dari menonton Film "Ngeri Ngeri Sedap " di pertengahan bulan Juni lalu bersama dengan istri dan dua orang anak saya, sempat saya ucapkan kata kata ini " Anakku, nilai hidupmu sangat ditentukan seberapa besar kamu menghormati orang tuamu, seperti Film Ngeri Ngeri Sedap tadi. Â "Iya pa", kata dua orang anak laki laki saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H