Dan Belanda sangat kewalahan mengamankan perkebunannya sekalipun mengerahkan tentara. Kebiasaan Orang Karo menyerang perkebunan di malam hari akhirnya Belanda menamai Orang Karo sebagai "musuh berngi". Berngi artinya malam, jadi musuh berngi sama dengan musuh malam (hari) dengan senjata khas "eltep" atau sumpit.
Senjata sumpit atau sumpitan adalah ruas bambu yang dipotong, kemudian pelurunya adalah kayu atau bambu yang dibelah dan dipotong serta diserut secara tajam dan dilumuri racun. Siapa yang sudah kena sumpitan tidak berapa lama kemudian akan mati karena racun tadi. Hal ini membuat Belanda ketakutan, sampai suatu saat merubah strateginya dengan mengirim tenaga penginjil ke Tanah Karo.Â
Maskapai perkebunan Belanda akhirnya membiayai  tenaga penginjil NZG untuk "mengkristenisasi" Orang Karo dengan harapan gangguan "musuh berngi" itu bisa berkurang. Â
Dari sisi yang lain ini juga lah menjadi sejarah penginjilan kepada Orang Karo. Tepatnya kedatangan Penginjil yang pertama di Desa Buluh Awar, dan diperingati pada tanggal 12 April 1890. Â
Seorang tokoh Pemimpin Karo yang bernama Kiras Bangun (Gara Mata) saat ini sudah dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional, tetap saja tidak percaya akan tipu muslihat Belanda. Sehingga saat pertama sekali Penginjil Belanda datang ke Kabanjahe (lebih kurang 35 km dari Buluh Awar) harus dikawal  tentara Belanda, karena mereka takut diserang oleh pemuda karo anak buah si Gara Mata.
Penyebab yang kedua mengapa  sering terjadi pertempuran di wilayah orang Karo adalah adanya sebuah ungkapan dalam Bahasa Karo "carana e nge ateku lang" (cara dia yang tidak sopan, tidak menghargai), dan kalau kesadaran ini sudah muncul, maka orang Karo sudah siap untuk berduel sampai akhir (meninggal). Â
Orang Karo terkenal sangat ramah, namun kalau perasaannya sudah tersinggung, maka dia akan mempertahankan harga dirinya dengan harga seberapapun. Â
Nah "suasana batin orang Karo" yang terungkap dalam "carana e nge ateku lang", membuat orang Karo tidak takut untuk berkelahi, berperang melawan penjajah sekalipun peralatan perangnya sangat minim. Saya menduga salah satu yang menyebabkan banyak pemuda karo yang gugur dalam pertempuran melawan Belanda adalah "menganggap Belanda tidak sopan" kepada orang Karo, lalu ketika diajak berperang mereka semua siap sedia. Â Padahal keterampilan berperang dan peralatannya masih sangat minim.Â
Nah dua hal diatas lah menurut hemat saya yang menjadi penyebab mengapa di Kabanjahe ada makam Pahlawan, dan mengapa Putra Putri Karo banyak sekali yang berminat dan berhasil sebagai alat Negara sebagai Polisi dan sebagai Tentara Nasional  Indonesia .Â
Saya sebagai Putra Karo merasa sangat bangga. Dan menyambut HUT Kemerdekaan RI ke 77 pada bulan Agustus 2022 ini terbercik rasa kagum dan rasa hormat kepada para Pahlawan yang telah gugur dan harapan besar kepada Petinggi Petinggi Militer dan Polisi dari Suku Karo. Merdeka!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H