Mohon tunggu...
Khairunnisa Azzahra
Khairunnisa Azzahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa aktif Universitas Padjadjaran

bio diisi jika sudah ada tulisan yang dimuat di kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

IKN dan Penyingkiran Masyarakat Adat

24 Juni 2024   10:12 Diperbarui: 24 Juni 2024   10:12 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sempat ada pembicaraan via pesan singkat antara penulis dengan seorang teman penulis yang kebetulan sedang magang di Pikiran Rakyat Media Network yang berkantor di Bandung. Penulis gelagapan ketika harus mengambil tema apa untuk dibahas pada tugas akhir mata kuliah Penulisan Populernya. 

Penulis pun mempertanyakan kepada teman penulis mengenai hal apa yang sedang hangat dan menjadi pembicaraan di kantor beritanya. Teman penulis pun kemudian memberikan beberapa highlight berita yang sedang hangat belakangan ini. Saat itu, penulis langsung tertarik dengan problematika pembangunan IKN yang kabarnya menyingkirkan masyarakat adat di wilayah tempat didirikannya IKN Nusantara menggantikan DKI Jakarta yang sebelumnya merupakan ibukota Indonesia.

IKN? Perpindahan ibukota negara? Ide siapa? Apa tujuannya? Itu adalah beberapa kalimat pertanyaan pertama yang terlontar dari mulut penulis yang awam ini. 

Dari sekian banyak pemberitaan yang muncul di televisi maupun di platform media online di internet, polemik pembangunan IKN ini terus-menerus bergulir. Sejak diresmikannya pembangunan IKN tahun 2019 lalu oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang merupakan presiden ke-7 Indonesia, begitu banyak pro kontra yang muncul terutama dari kalangan masyarakat setempat. 

IKN sendiri merupakan singkatan dari Ibu Kota Negara, sebutan untuk sebuah wilayah baru yang digadang-gadang akan menjadi magnet ekonomi baru di Indonesia. Namun benarkah pembangunan yang sudah berjalan sejak 2022 lalu itu sudah sesuai dengan rencana dan konsep yang ditentukan sebelumnya? Ataukah justru semuanya hanya omon-omon dan buang-buang uang saja?

IKN merupakan megaproyek negara dengan konsep Green City yang mana dalam pemeliharaannya di masa mendatang akan penuh dengan pengawasan. Hanya sekitar 30% saja lahan yang diperbolehkan untuk pembangunan, dan sisanya akan tetap berupa hutan, juga kendaraan akan ditetapkan untuk mesin bertenaga listrik saja guna mengurangi polusi udara. Pembangunan IKN diperkirakan membutuhkan waktu sekitar 15 tahun untuk benar-benar selesai dan rampung diselesaikan.

Pembangunan ini juga menggunakan anggaran sebesar Rp499 T. T? Triliun? Benar, triliun. Hampir dua kali lipat dari korupsi suami artis cantik Sandra Dewi yang juga booming beberapa Waktu ke belakang. Seberapa banyak ya, uang Rp499 triliun itu. Tpi yang pasti, Presiden Jokowi dengan jelas mengatakan bahwa mengatakan bahwa pembagunan kawasan inti di IKN itu akan berasal dari Anggaran Pembangunan Belanja Negara (APBN). 

Ambisi Presiden Jokowi (begitu cara stasiun berita menyebut megaproyek ini) dalam pembangunan IKN ini memberikan dua pandangan dari masyarakat, antara akan menjadi megaproyek terhebat karena "katanya" anggaran sekian ratus triliun itu termasuk anggaran negara terbesar di dunia, atau menjadi megaproyek yang mangkrak dan menjadi cara membuang-buang uang yang paling flop yang pernah ada.

Mari kesampingkan dahulu mengenai rencana serta anggaran pembangunannya yang beratus-ratus triliun itu, dan lihat dari sisi masyarakat yang tanahnya dijadikan sebagai lahan pembangunan IKN tersebut. Kabarnya, wilayah tersebut nantinya kan dinamakan Nusantara. 

Nusantara sendiri dipilih dari 80 nama lainnya karena sudah menjadi nama wilayah Indonesia ini bahkan dari saat sebelum pemerintahan kompeni dan kolonial Belanda dimulai. Konstruksi IKN dimulai di dua kecamatan yang berada di Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur. 

Dua kecamatan ini adalah Samboja dan Sepaku. Di daerah tersebut banyak sekali masyarakat adat Suku Paser / Suku Dayak Paser serta masyarakat adat Suku Balik / Suku Paser Balik. Kedua suku tersebut merupakan suku asli di daerah Kecamatan Sepaku. Awalnya kabar mengenai perpindahan Ibukota ke Kalimantan ini disambut baik oleh setiap lapisan masyarakat di Kalimantan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun