Mohon tunggu...
Eka Widyasari
Eka Widyasari Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiswi

Saya Eka Widyasari, mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan dari Universitas Muhammadiyah Malang.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Agama dalam Kesehatan Perspektif Al Quran pada Kisah Maryam Binti Imran

1 Februari 2023   00:40 Diperbarui: 1 Februari 2023   00:48 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

berprasangka buruk terhadap Maryam binti Imran dan tidak ada satupun yang 

percaya bahwa kehamilan yang dialami Maryam binti Imran merupakan bagian wujud kemuliaan dan ketetapan Allah. Bahkan Bani Israil tetap mengira Maryam binti Imran sudah melakukan berbuatan hina yang berupa zina. Berdasarkan pendapat M. Quraish Shihab pakar tafsir bahwa meskipun dihina, diasingkan dan dipandang rendah, Maryam binti Imran tetap menyerahkan segala persoalan tersebut kepada sang Maha pencipta. Alhasil psikis Maryam binti Imran tetap tegar dan tenang dalam menghadapi segala tuduhan Bani Israil. Berpedoman pada pendapat William James pakar filosof dan ahli ilmu jiwa 

bahwa keimanan yang yang dimiliki Maryam binti Imran adalah terapi terbaik bagi keresahan yang melanda manusia, karena keimanan salah satu kekuatan yang harus terpenuhi dalam rangka menopang hidup manusia. Keimanan yang kuat akan melindungi manusia dari keresahan dan selalu tabah sekaligus tegar menghadapi segala cobaan atau penderitaan yang menimpa. Selanjutnya berdasarkan atas petunjuk dan bimbingan yang diberikan Allah. Maryam binti Imran dikisahkan menunjuk kepada Isa lalu berkata "Tanyalah anak ini, dia akan menjelaskan kepada kalian duduk perkaranya". Tanpa diterima nalar, berkat keyakinan dan kepasrahan kepada agama. Maryam binti Imran mendapatkan pertolongan, dari sikap kepasrahan tersebut. Allah memberikan pertolongan untuk menyelesaikan problematika hidup 

yang dihadapi Maryam binti Imran dengan memberikan kuasa di luar nalar bahwa 

anak yang masih di gendongan dapat berkata "Sesungguhnya aku hamba Allah. Dia telah memberiku al-kitab dan Dia telah menjadikan aku seorang nabi". Dengan demikian, merujuk pada teori dan kisah di atas, dapat dipahami bahwa ada berbedaan besar antara manusia yang memiliki keyakinan dengan manusia yang tidak memiliki keyakinan dan sering acuh-tak acuh kepada agama. Hal tersebut tergambarkan dari aspek psikologi bahwa rawud wajah manusia yang hidup dengan berpegang teguh terhadap keyakinan agama terlihat ketentraman pada batin, sikap tenang dan tidak memiliki sikap gelisah serta kecemasan dan ketakutan. Sebaliknya bagi manusia yang hidupnya terlepas dari peran agama, akan tergambarkan dengan psikis yang terganggu oleh kegoncangan dari persoalan hidup, sehingga menimbulkan kebingungan, ketakutan dan frustasi. Sedangkan apabila manusia memiliki sikap frustasi dan rasa ketakutan akan menimbulkan ketegangan batin, konflik batin dan gangguan emosional, yang menjadi penyebab timbulnya ketidaksehatan mental bagi manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun