Mohon tunggu...
Cucu Sutrisno
Cucu Sutrisno Mohon Tunggu... -

saya seseorang mahasiswa PKnH FIS UNY 2010 Kelahiran Sumedang jawa barat. Memiliki hoby olahraga dan nonton film, memiliki ketertarikan lebih terhadap dunia pendidikan dan sosial. Senang dengan karya sastra terutama fiksi sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Melawan Pelemahan Demokrasi

2 Oktober 2014   22:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:36 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melawan Pelemahan Demokrasi Indonesia

Keberadaan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Indonesia merupakan wujud dari penggunaan sistem demokrasi perwakilan (representative democracy) dimana para wakil (representative) dipilih oleh rakyat (represented) untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan rakyat melalui peran dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan-keputusan politik. Anggota DPR berkewajiban mendengar aspirasi rakyat dan memperjuangkannya dalam setiap pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Anggota DPR yang  menutup mata terhadap aspirasi rakyat sehingga pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik tidak lagi didasarkan atas aspirasi dan kepentingan rakyat adalah pengingkar demokrasi.

Gelagat anggota DPR yang mengingkari demokrasi dapat dilihat pada keputusan voting dalam sidang Paripurna DPR yang memenangkan Pemilihan Kepala Daerah oleh anggota DPRD pada hari kamis 25 September 2014 hingga Jumat dini hari 26 September 2014 lalu. Perdebatan sengit memperjuangkan nasib rakyat yang berakhir dengan gerakan wolk out 129 anggota Fraksi Partai Demokrat dan dipilihnya pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD oleh Koalisi Merah Putih (Golkar, PKS, PAN, PPP, dan Gerindra) melalui mekanisme voting dengan rincian pendukung Pilkada oleh DPRD yakni Fraksi Golkar 73 anggota, F- PKS 55 anggota, F-PAN 44 anggota, F- Gerindra 22 anggota adalah kegagalan para anggota dewan itu sebagai representative (wakil) rakyat yang harusnya mengambil keputusan atas dasar aspirasi dari rakyat.

Wolk Out-nya Fraksi Partai Demokrat sebagai pemegang kursi terbanyak dalam sidang Paripurna DPR merupakan tanda adanya keraguan dalam memperjuangkan kehendak rakyat. Penolakan SBY pada pemilihan kepala daerah oleh DPRD didalam dan luar negeri selaku ketua dewan pembina partai demokrat sekaligus Presiden RI 2009-2014 menjadi tidak berdampak apapun terhadap keinginan rakyat menjalankan demokrasi melalui Pemilihan Kepala Daerah secara langsung. Posisi Partai Demokrat dalam sidang Pariprna DPR yang lalu tampak hanya menjadi pemeran antagonis dalam drama demokrasi Indonesia sebagai “pemberi harapan palsu” kepada rakyat. Mudah ditebak jika perilaku demikian adalah wujud tersanderanya Partai Demokrat pada keanggotaan di Koalisi Merah Putih yang secara blak-blakan tidak memperhatikan aspirasi dan kepentingan rakyat karena sejak awal sidang Paripurna DPR telah menghendaki pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD.

Aksi menutup mata koalisi Merah Putih terhadap gerakan penolakan rakyat pada pemberlakuan Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD dan diabaikannya berbagai hasil survei yang menyatakan mayoritas rakyat indonesia menghendaki pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan tanda bahwa tiada itikad baik dari Koalisi Merah Putih untuk membangun conection electoral antara dirinya dengan rakyat. Sangat tampak bahwa Koalisi Merah Putih hanya hendak membangun dominasi politik didaerah secara instan dengan memanfaatkan sumber daya di DPRD. Jika kepentingan krusial rakyat untuk memilih kepala daerahnya secara langsung dapat dengan sengaja dikebiri demi membangun “Mavia demokrasi Indonesia”, bukan tidak mungkin dimasa depan rakyat diingkari dalam persoalan-persoalan lain.

Apabila perilaku ingkar anggota DPR yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih tidak dilawan sehingga satu persatu aspirasi dan partisipasi rakyat dikebiri maka demokrasi Indonesia akan semakin lemah. Rakyat tidak lagi berdaulat karena tidak lagi mendapat ruang dalam demokrasi Indonesia. Ditutupnya ruang partisipasi dalam pemilihan kepala daerah oleh Koalisi Merah Putih merupakan wujud pelemahan demokrasi yang nyata karena aspirasi dan kepentingan rakyat tidak dijadikan dasar pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Jika para wakil rakyat dan pemangku kebijakan sudah tidak sanggup lagi melawan pelemahan demokrasi oleh para elit pengingkar demokrasi, maka seyogianya rakyat mulai menyiapkan diri untuk melakukan penguatan demokrasi melalui gerakan yang serupa dengan gerakan aksi yang dilakukan pada tahun 1998 ketika mendirikan Reformasi.

Cucu Sutrisno

Mahasiswa PKnH UNY

Anggota Lingkar Demokrasi dan HAM PKnH FIS UNY

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun