Disusun Untuk Memenuhi Tugas UTS Mata Kuliah Komunikasi Politik
Dosen Pengampu:
Amin Shabana,S.Sos, M.Si
Disusun Oleh:
Bayu Putra Pamungkas (23010400039)
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2024
Pendahuluan
Pilkada DKI Jakarta selalu menarik perhatian publik, tidak hanya karena ibu kota negara yang menjadi pusat pemerintahan dan perekonomian saja, tetapi juga karena dinamika politiknya yang sering kali mencerminkan tren yang terjadi di dalam negeri.Â
Aspek penting dalam kontestasi Pilkada adalah komunikasi politik, yang melibatkan penyampaian pesan dari para kandidat kepada para pemilih dengan tujuan membentuk opini publik dan mempengaruhi keputusan para pemilih.Â
Dalam konteks ini, citra kandidat memainkan peran yang sangat signifikan. Artikel ini akan membahas bagaimana komunikasi politik digunakan untuk membentuk citra kandidat dalam Pilkada DKI Jakarta dan bagaimana citra tersebut memengaruhi keputusan pemilih.
Komunikasi Politik dan Citra Kandidat
Komunikasi politik adalah proses di mana kandidat menyampaikan pesan kepada publik melalui berbagai saluran media, baik media lama (seperti televisi, radio, dan koran) maupun media baru (seperti media sosial dan kampanye digital). Tujuan utamanya adalah untuk membangun hubungan dengan pemilih, mempengaruhi pandangan mereka, dan akhirnya mendapatkan dukungan.
Salah satu aspek penting dari komunikasi politik adalah penciptaan citra kandidat. Citra kandidat adalah persepsi publik terhadap sosok calon pemimpin, yang dibentuk melalui pesan-pesan yang disampaikan selama kampanye. Citra ini mencakup berbagai elemen, seperti integritas, kredibilitas, visi dan misi, rekam jejak, dan hubungan emosional dengan pemilih.
Di Pilkada DKI Jakarta, komunikasi politik dan citra seorang kandidat sering kali menjadi faktor penentu dalam kemenangan, terutama di kalangan pemilih yang kurang terlibat dalam proses politik sehari-hari. Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana citra mempengaruhi keputusan pemilih.
Pentingnya Citra dalam Pilkada DKI Jakarta
Pilkada DKI Jakarta mempunyai ciri khas yg berbeda dengan Pilkada di daerah lain. Sebagai ibu kota negara, Jakarta memiliki masyarakat yang beragam dengan berbagai latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya yang berbeda. Pemilih di Jakarta tidak hanya terdiri dari warga asli, tetapi juga banyak pendatang dari daerah lain yang mencari peluang di kota besar ini.
Dalam konteks ini, citra kandidat menjadi sangat penting. Pemilih di Jakarta sering kali memilih kandidat berdasarkan kesan yang mereka peroleh dari kampanye dan media, bukan hanya dari program-program konkret yang ditawarkan. Citra kandidat yang kuat dan positif dapat mengatasi keraguan pemilih dan membangun rasa percaya yang cukup untuk mendorong mereka memberikan suara.
Contoh paling nyata dari pentingnya citra kandidat di Pilkada DKI Jakarta adalah dalam pemilihan gubernur pada tahun 2017, yang mempertemukan dua kandidat dengan citra yang sangat berbeda, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Anies Baswedan. Jika, Ahok dikenal dengan citra tegas dan berani melawan korupsi, sementara Anies diposisikan sebagai sosok yang lebih dekat dengan rakyat dan memiliki visi yang lebih inklusif. Kedua kandidat ini menggunakan komunikasi politik untuk memperkuat citra mereka di mata pemilih, baik melalui media sosial, iklan kampanye, maupun kampanye tatap muka.
Pengaruh Citra terhadap Keputusan Pemilih
Penelitian dalam komunikasi politik menunjukkan bahwa citra seorang kandidat memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap keputusan pemilih. Citra yang positif dapat menciptakan rasa kepercayaan dan antusiasme, sedangkan citra negatif sering kali berpotensi melemahkan dukungan. Beberapa cara citra kandidat memengaruhi keputusan pemilih antara lain:
- Emosi dan Hubungan Pribadi: Citra seorang kandidat yang mampu membangun kedekatan emosional dengan pemilih akan meningkatkan peluang mereka untuk meraih suara. Kampanye yang berfokus pada narasi personal, seperti latar belakang keluarga, kisah hidup yang inspiratif, atau pendekatan empatik terhadap masalah yang dihadapi warga Jakarta, dapat menciptakan keterikatan emosional yang membuat pemilih merasa lebih dekat dengan kandidat.
- Kepercayaan dan Kredibilitas: Kepercayaan merupakan salah satu faktor kunci dalam politik. Citra kandidat yang dibangun berdasarkan rekam jejak yang baik, konsistensi dalam kebijakan, dan integritas akan meningkatkan kredibilitas mereka di mata pemilih. Sebaliknya, citra yang buruk akibat skandal atau tindakan yang dianggap tidak etis dapat merusak kepercayaan publik dan mengurangi dukungan.
- Pengaruh Media Sosial dan Teknologi: Di era digital, media sosial memainkan peran yang sangat besar dalam membentuk citra kandidat. Kampanye digital memungkinkan kandidat untuk langsung berinteraksi dengan pemilih, membagikan pesan mereka, dan menanggapi kritik secara lebih cepat dan langsung. Penggunaan media sosial untuk memperkuat citra positif dan mengelola persepsi publik menjadi strategi penting dalam Pilkada DKI Jakarta.
- Koneksi dengan Tokoh Terkenal atau Partai Politik: Pemilih seringkali terpengaruh oleh koneksi yang dimiliki kandidat dengan tokoh terkenal atau partai politik besar. Citra kandidat yang dilihat memiliki dukungan dari tokoh masyarakat atau organisasi yang dihormati dapat meningkatkan rasa percaya pemilih terhadap kualitas kepemimpinan yang ditawarkan.
Studi Kasus: Pilkada DKI Jakarta 2017
Pada Pilkada DKI Jakarta 2017, komunikasi politik dan citra kandidat sangat berperan penting dalam membentuk hasil akhir pemilu. Ahok, yang saat itu menjabat sebagai gubernur, dikenal dengan citra sebagai pemimpin yang tegas dan pro-perubahan. Namun, citra ini juga mendapat tantangan besar, terutama terkait dengan isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) yang sempat mengundang kontroversi di kalangan kelompok pemilih tertentu.
Sementara itu, Anies Baswedan yang berpasangan dengan Sandiaga Uno menampilkan citra yang lebih ramah, religius, dan lebih dekat dengan akar budaya Jakarta. Mereka menggunakan pendekatan komunikasi yang lebih inklusif dan menekankan pentingnya keberagaman dalam masyarakat Jakarta. Kampanye mereka juga banyak mengandalkan media sosial untuk membangun citra positif dan menyebarkan pesan tentang perubahan yang lebih baik.
Pada akhirnya, meskipun Ahok memiliki citra positif di kalangan banyak pemilih, namun persepsi negatif terkait dengan isu-isu tertentu, serta kesalahan dalam komunikasi yang terjadi selama kampanye dan pada akhirnya mengurangi dukungannya. Anies dan Sandiaga, dengan strategi komunikasi politik yang lebih berfokus pada membangun citra positif dan menghindari polarisasi, berhasil menarik pemilih yang lebih luas dan memenangkan Pilkada DKI Jakarta.
Kesimpulan
Komunikasi politik dan citra kandidat berpengaruh besar dalam Pilkada DKI Jakarta. Citra yang dibentuk melalui pesan-pesan yang disampaikan dalam kampanye akan memengaruhi bagaimana pemilih menilai dan memutuskan siapa yang mereka pilih. Dalam konteks Jakarta, di mana pemilih memiliki latar belakang yang sangat beragam, kemampuan kandidat untuk mengelola citra mereka melalui komunikasi yang efektif sangat penting.Â
Pemilih tidak hanya memilih berdasarkan program yang ditawarkan, tetapi juga berdasarkan kesan pribadi dan emosional yang mereka miliki terhadap calon pemimpin mereka. Oleh karena itu, komunikasi politik yang kuat dan citra kandidat yang positif adalah kunci untuk memenangkan Pilkada, baik dalam konteks Jakarta maupun dalam kontestasi politik lainnya.
referensi:
Effendy, O. U. (2006). Teori Komunikasi: Sistem dan Proses. Jakarta: Penerbit Kencana.
Zulfan, R. (2021). "Komunikasi Politik dalam Pemilihan Kepala Daerah: Studi Kasus Pilkada DKI Jakarta 2017". Jurnal Ilmu Komunikasi, 13(2), 200-215.
Suwignyo, A. (2021). Komunikasi Politik dalam Pemilu dan Pilkada. Jakarta: Kencana.
Nurhadi, B. (2021). Komunikasi Politik di Era Digital: Strategi dan Tantangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H