Mohon tunggu...
Bayu Nalury
Bayu Nalury Mohon Tunggu... Mahasiswa - Writer

Kompasianer

Selanjutnya

Tutup

Book

Bedah Buku Eps #2: The Subtle Art Not Giving a F*ck by Mark Manson

1 April 2024   10:48 Diperbarui: 1 April 2024   11:12 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bedah buku eps #2: The Subtle Art Of Not Giving a F*ck by Mark Manson

Mark Manson dikenal sebagai seseorang yang mempunyai pengalaman hidup yang cukup konkret, dan pragmatis. Dalam perjalanan menulis buku yang berjudul The Subtle Art Of Not Giving a F*ck, banyak sekali kegagalan seperti penolakan dari media penerbit karena memiliki reputasiyang hancur. Tapi Manson tidak menyerah dan berusaha mengahasilkan karya terbaik. Lalu, bagaimana insighfullnya nasehat yang ada di buku tersebut?

Manson mempercayai bahwa hidup merupakan perjalanan memupuk permasalahan yang tak ada ujungnya. Dalam menghadapi permasalahan, penulis mengemukakan solusi efektif:

Hadapilah masalah satu persatu. Biasanya seseorang lebih memilih untuk menghindari masalah, karena tidak mempunyai keberanian untuk bisa menghadapinya. Jika seseorang menempatkan diri pada siklus ketakutan, hal ini akan menjadi sumber masalah baru. Penulis berpendapat di kehidupan yang tidak kekal ini, masalah hidup bersifat ilusi. Dengan mengubah mindset "kita bisa melalui masalah yang terjadi" seseorang dapat merasakan kebebasan untuk menentukan arti suatu masalah. 

Penulis juga mengemukakan bahwa "Janganlah bersikap bodo amat pada semua hal tetapi bersikap bodo amat pada hal-hal yang memang kurang penting". Contoh fase 20-an seseorang menganggap semua hal penting, dan ingin mengikuti ekspektasi orang lain, realitasnya di umur 20-an seseorang sedang membentuk identitas diri. Seiring dengan proses pendewasaan, seseorang lebih wise dalam menentukan set priority. Dalam buku tersebut, Manson mengajak untuk lebih selektif dalam memilih hal-hal yang kita pedulikan. Dengan begitu, hidup akan terasa lebih simple. 

Sosial media terkadang membentuk toxic culture yang penuh dengan penuh kompetisi dan penuh perbandingan. Realitasnya hanya karena sesuatu terlihat simple bukan berarti tidak berharga. Terkadang hal-hal yang penting memang bisa terlihat biasa saja. Oleh karena itu, mari merayakan setiap momen di dalam hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun