Dulu juga saya ingin sekali pindah ke Jogja, kampung halaman saya yang udaranya sejuk sekali karena rumah disana ada di dekat gunung. Setiap ke Jogja, saya tidak mau pulang karena saya suka suasana di sana.Â
Jauh dari hiruk-pikuk yang membosankan, tenang, sejuk, suara kicauan burung yang masih sering terdengar di pagi hari, pepohonan yang rindang, pokoknya saya mau pergi dari Jakarta dan pindah ke Jogja cepat-cepat. Saya pun sampai ingin kuliah di Jogja karena ingin pindah ke sana.
Dan yap, sampailah saya di titik dimana saya sudah menjadi mahasiswa di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Finally saya akan pindah ke Jogja, meninggalkan Kota Jakarta yang tidak saya sukai, meninggalkan kota tempat saya lahir dan dibesarkan. Bukan untuk sementara karena kuliah saja, bisa jadi selamanya karena keluarga saya juga akan pindah ke Jogja.
Awalnya saya sangat menanti waktu untuk pindah ke Jogja, namun karena kondisi pandemi yang semakin mencekam dan kuliah pun masih daring, jadi saya memilih untuk menikmati waktu lebih banyak di Jakarta sembari jalan-jalan. Seperti biasa, sendiri saja sudah cukup bagi saya menghabiskan waktu. Bagi orang introvert seperti saya, waktu terbaik adalah ketika sendirian.
Hampir setiap minggu, sekali dua kali saya akan menikmati Jakarta yang sebentar lagi akan saya tinggalkan. Mengunjungi banyak tempat yang belum saya kunjungi selama saya besar di Jakarta.Â
Sampai disaat sebentar lagi rumah di Jakarta akan terjual dan keluarga saya harus pindah ke Jogja, justru saya merasa berat untuk mengucapkan 'selamat tinggal' kepada Jakarta.Â
Seperti ketika saya menulis tulisan ini, saya sedang memandang kota dimana saya lahir dan besar tersebut dari lantai 24 Perpustakaan Nasional RI. Indah dan padat. Banyak gedung pencakar langit yang tampak kecil dari sini, juga tampak betapa rapatnya antar bangunan di Jakarta. Kelihatannya sesak, tapi tanpa sadar perasaan saya justru merasa sedih karena berpikir entah kapan akan melihat pemandangan itu lagi jika sudah pindah nanti.Â
Ketika di jalan pulang pun entah kenapa jalan raya yang penuh dengan truk besar itu tidak tampak memuakkan, suara bising klakson karena jalanan macet setiap sore justru terdengar menenangkan. Haha, lucu sekali memang, tapi itulah yang sedang saya rasakan belakangan ini.Â
Dengan semua perasaan melo yang datang setiap harinya itu, waktu terus berlalu sampai saya tersadar bahwa, sudah waktunya untuk saya bersiap mengucapkan selamat tinggal untuk Jakarta, kota yang penuh kenangan.