Pada suatu pagi, dimana mentari bersemburat, aku menyaksikan kesibukan banyak orang dalam suatu perjalanan. Benar-benar sibuk, terlihat bagaimana mereka melajukan kendaraannya dengan tergesah. Beberapa kejadian manis pernah kusaksikan dalam pandangan mata; contoh kecilnya ketika seorang lelaki tua dengan sepeda motor usang tengah membonceng anak kecil berseragam sekolah. Melihat itu, waktu yang kuhabiskan untuk sampai di tempat tujuan sembari berjalan kaki membuatku mengingat kilasan balik masa kecilku.
Aku kecil sepertinya tidak begitu, sejak duduk di taman kanak-kanak jemariku bisa menghitungnya berapa kali ibu mengantar kepergianku ke sekolah sementara bapak nyaris tidak pernah. Sibuk sekali orang-orang dewasa di masa itu. Ha-ha-ha. Bukan tidak sayang, ibuku saat itu memiliki anak bayi yang menjadi adikku dan bapak harus bekerja sedari pagi buta. Repot sudah kesehariannya, hidupnya bergelut tentang hal-hal yang membuat dunia anak-anaknya bersinar. Kalau ukuran rasa sayang orang tua diartikan dengan betapa seringnya mereka mengantar anaknya ke sekolah, bisa gonjang-ganjing dunia persilatan.
Meskipun begitu, peristiwa kecil seperti mengantarkan seorang anak ke sekolah tetaplah menjadi bagian dari ingatan paling manis yang akan dikenang. Sebab itu juga, sependek pengetahuanku Pak Anies Baswedan sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada masanya pernah menggalakkan program mengantar anak ke sekolah. Ini menghantarkan kisah manis yang akan diceritakan seorang anak dikemudian hari.
Pada beberapanya lagi, kamera ponselku berhasil menangkap gambar untuk diabadikan. Hal yang kulakukan sesekali, akan penuh memori ponselku menampilkan banyak gambar orang lain. Meskipun pada kenyataannya memang begitu. Ha-ha-ha.
Saat dalam perjalanan dan tidak kutemukan trotoar –karena aku pejalan kaki, aku menggunakan sisi bagian jalan yang terjal tidak beraspal. Bukan bahu jalan lagi loh. Lalu-lalang kendaaran begitu ngeri, sepeda motor juga mobil saling berebut siapa yang duluan. Seringnya suara klakson kendaraan saling bersahutan –begitu memekakkan telinga, memperingatkan kendaraan lain supaya melaju sebagaimana mestinya. Tidak peduli bahwa di depannya, kendaraan lain sengaja berhenti, memberi celah pada seorang nenek tua renta atau siswa-siswa supaya bisa menyebrang jalan.
Beberapanya lagi memilih adu mulut, merasa sudah paling hati-hati sementara yang lain tidak. Sudah adu klakson, adu mulut pun iya. Aku yang tidak sedang jatuh cinta, begitu mendengar suara klakson dengan tiba-tiba memberi efek berdebar dihati. Belum lagi aku menjadi terlampau kesal apabila sedang berjalan suara klakson menyahutiku, menyuruhku untuk segera menyingkir dari bahu jalan. Pagiku menjadi tidak baik-baik saja karenanya.
Mari bersepakat, sesekali saja ya membunyikan suara klaksonnya?! Pagi orang lain bisa menjadi hancur karena ulah yang tidak disengaja itu. Santai sajalah, tidak perlu terburu-buru. Keselamatan bagimu itu perlu, tetapi untuk orang lain hal tersebut juga penting. Mari hidup berdampingan dengan damai. :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H