Tentang PPN dan Kenaikannya
      Pada tahun 2024, pemerintah Indonesia mengeluarkan Kebijakan Fiskal yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara guna mendukung pembangunan nasiona,l yaitu keputusan untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%. PPN adalah pajak yang hampir dikenakan pada hampir sebagian besar barang dan jasa yang dijual di Indonesia seperti makanan dan minuman siap saji yang dijual di restoran, kendaraan bermotor seperti Mobil dan Sepeda Motor, dan lain sebagainya. Kenaikan tarif PPN ini tentu akan mempengaruhi konsumsi dan daya beli masyarakat, karena secara otomatis harga barang dan jasa akan meningkat. Meskipun kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat keuangan negara, dampaknya terhadap masyarakat, khususnya masyarakat menengah kebawah, perlu dipertimbangkan. Salah satu dampak yang paling terasa adalah pengaruhnya terhadap kebiasaan menabung dan berinvestasi masyarakat. Karena ketika terjadi kenaikkan harga barang dan jasa atau inflasi, tentu akan meningkatkan konsumsi tabungan masyarakat.
Dampak Kenaikan PPN Terhadap Kekuatan Daya Beli
      Kenaikan PPN mencakup pengaruh koordinat pada biaya barang dagangan dan administrasi yang kita makan setiap hari. Misalnya, biaya makanan, pakaian, bahan bakar, dan produk elektronik dapat melibatkan kenaikan biaya. Individu dengan penghasilan tetap atau terbatas, seperti buruh lepas atau keluarga dengan gaji menengah ke bawah, tentu akan merasakan beban yang lebih berat. Kenaikan biaya ini mendorong mereka untuk mengurangi investasi pada hal-hal yang tidak primer, bahkan mungkin memangkas anggaran untuk kebutuhan sehari-hari. Hal ini tentu saja berpengaruh pada kemampuan mereka untuk mendapatkan kontrol secara umum. Ketika kontrol yang dimiliki berkurang, individu cenderung lebih berhati-hati dalam menginvestasikan uang tunai, mungkin membuat mereka berbelanja lebih sedikit atau berkontribusi pada produk yang lebih mahal atau boros.
Efek Terhadap Keputusan Menabung
      Dalam situasi keuangan yang ketat, kecenderungan untuk berhemat menjadi lebih sulit untuk dilakukan. Ketika harga barang kebutuhan pokok naik, individu akan lebih memusatkan perhatian pada pemenuhan kebutuhan dasar mereka. Dengan kenaikan biaya barang dagangan dan administrasi, mereka akan merasa kesulitan untuk menyisihkan sebagian dari gaji mereka untuk dana cadangan. Pada kenyataannya, beberapa dari mereka yang memiliki kecenderungan untuk berhemat mungkin akan terkendala untuk menunda atau mengurangi jumlah dana investasi yang mereka distribusikan setiap bulannya. Hal ini tentu saja mempengaruhi soliditas anggaran jangka panjang sebagian besar individu. Khususnya bagi mereka yang sudah mulai berhemat atau yang dana cadangannya tidak cukup besar, kenaikan PPN dapat menjadi penghalang untuk mewujudkan tujuan anggaran mereka.
Pengaruh ke Keputusan Investasi
      Salah satu hal yang juga akan dipengaruhi oleh kenaikan PPN adalah pilihan usaha masyarakat. Dengan semakin terbatasnya kontrol yang diperoleh, banyak orang mungkin cenderung menunda pilihan spekulasi atau bahkan memindahkan spekulasi mereka ke pemberontakan yang lebih aman. Dalam hal ini, saham atau obligasi dengan bahaya yang lebih tinggi dapat dipertahankan jarak yang strategis, sedangkan spekulasi yang lebih stabil dan aman seperti emas atau properti mungkin lebih menarik. Spekulan kecil yang sudah mempertimbangkan untuk berkontribusi di divisi yang kurang aman atau membeli properti yang tidak terpakai dapat memilih untuk bertahan sampai kondisi keuangan lebih stabil. Dalam situasi ini, kenaikan PPN dapat mempengaruhi orang-orang dalam desain usaha secara umum, dengan lebih banyak orang beralih ke pemberontakan yang dianggap lebih aman dan lebih aman terhadap pembengkakan..
Â
Perubahan Prioritas Konsumsi
      Kenaikan PPN juga akan mengubah desain penggunaan masyarakat. Dengan produk dan administrasi yang lebih mahal, orang akan lebih berhati-hati dalam menginvestasikan uangnya. Hal-hal yang dianggap tidak penting atau pelengkap seperti desain pakaian, gadget terbaru, atau hal-hal mewah lainnya akan menjadi kurang menarik, sedangkan kebutuhan esensial seperti makanan, pelindung, dan transportasi akan tetap menjadi kebutuhan utama. Akibatnya, segmen yang berpusat pada produk tambahan atau produk pembelanja yang boros akan mengalami penurunan yang cukup signifikan. Di sisi lain, divisi yang menyediakan kebutuhan pokok seperti makanan dan perawatan kesehatan akan tetap diminati, meskipun dalam jumlah yang terbatas. Perubahan dalam kebutuhan pemanfaatan ini juga akan mempengaruhi penyebaran ekonomi dan bisnis di Indonesia.