Mohon tunggu...
Bambang Wahyudi
Bambang Wahyudi Mohon Tunggu... Koki - Mahasiswa Universitas Siber Asia

Menulis apasaja dimanasaja

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Kampanye Pilpres di Media Sosial pada Era Digitalisasi

16 Februari 2024   23:35 Diperbarui: 16 Februari 2024   23:58 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kampanye pilpres di media sosial adalah kegiatan yang dilakukan oleh pasangan calon presiden dan wakil presiden atau tim kampanye mereka untuk menyampaikan visi, misi, program, dan citra diri mereka kepada pemilih melalui platform media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, YouTube, dan lain-lain.  

Untuk platform media sosial yang paling dominan dalam kampanye pilpres salah satunya menurut saya adalah Facebook, karena Facebook menurut saya adalah platform yang paling banyak digunakan oleh semua kalangan lintas generasi dan juga tingkat penyampaian informasinya yang sangat massive dan cepat. Kampanye dilakukan di Fcaebook dengan cara menyebarkan informasi tentang visi, misi, program, dan citra diri kandidat melalui postingan, video, live streaming, atau story.

Kampanye pilpres di media sosial memiliki beberapa keuntungan, seperti:

- Menjangkau audiens yang lebih luas dan divers, terutama generasi muda yang aktif menggunakan internet.

- Berinteraksi langsung dengan pemilih melalui komentar, pesan, polling, atau debat, sehingga dapat membangun hubungan yang

    lebih dekat dan mendengarkan aspirasi mereka.

- Menyebarkan informasi yang lebih cepat, mudah, dan murah, dibandingkan dengan media konvensional seperti televisi, radio, atau koran.

Namun, kampanye pilpres di media sosial juga memiliki beberapa tantangan dan risiko, seperti:

Rentan terhadap penyebaran informasi palsu atau hoaks, yang dapat menyesatkan, membingungkan, atau memprovokasi pemilih.

Terpapar oleh praktik-praktik tidak etis atau merugikan, seperti pembelian suara, penyebaran ujaran kebencian, atau penyewaan buzzer (akun palsu yang dibayar untuk mempromosikan konten tertentu).

Terpengaruh oleh algoritma media sosial, yang dapat membatasi ruang berpikir kritis, memperkuat polarisasi, atau mengisolasi pemilih dari informasi yang beragam dan seimbang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun