Mohon tunggu...
Bastomy Ali Burhan
Bastomy Ali Burhan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Mencoba mendapatkan yang terbaik dan memberikan yang terbaik. Masih bercita-cita menjadi Bupati Jember dan bermimpi menjadi Menteri Kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lawan Kanker dengan Tempe

4 September 2012   00:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:57 1078
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kanker merupakan penyebab utama mortalitas di dunia (sekitar 13% dari seluruh penyebab mortalitas), diperkirakan angka kejadian baru mencapai 12,7 juta kasus dan sekitar 7,9 juta kematian pada tahun 2008. Di Indonesia sendiri untuk kejadian baru kanker mencapai 292.000 kasus dengan laju insidensi 145,9 per 100.000 penduduk dan kematian mencapai 98,2 per 100.00 penduduk (210.000 kematian) pada tahun 2008 (International Agency for Research on Cancer, 2010).
Data di atas sangatlah memprihatinkan melihat jumlah penyakit kanker yang semakin ganas menyerang dunia, termasuk Indonesia. Kanker disebut juga pembunuh berdarah dingin karena menyerang secara perlahan dan tanpa gejala spesifik sehingga penderita terkadang tidak merasakan sakit yang parah. Dan ujungnya adalah baru diketahui mengidap kanker saat penyakitnya sudah pada stadium lanjut. Di stadium ini kemungkinan kanker dapat disembuhkan sangatlah kecil sehingga menyebabkan tingginya angka kematian akibat kanker.


Mahalnya Melawan Kanker
Kanker disebut penyakit “mahal” bukan hanya karena penyebabnya adalah kebiasaan yang mahal dan pola hidup dari orang kaya saja, tapi juga karena tidak murahnya pengobatan maupun pencegahan kanker. Selama ini berbagai upaya telah dilakukan untuk mengobati kanker. Pengobatan ini ditujukan untuk memusnahkan kanker atau membatasi perkembangan penyakit serta menghilangkan gejala-gejalanya.
Pembedahan dan kemoterapi merupakan terapi yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Kemoterapi membutuhkan alat yang memadai serta tenaga yang ahli dalam mengoperasikannya. Begitu pula dengan pembedahan yang membutuhkan tenaga medis yang ahli. Hal tersebut akan berdampak pada biaya yang cenderung mahal. Selain membutuhkan biaya yang besar, kemoterapi juga menimbulkan efek samping yang merugikan tubuh penggunanya. Efek samping yang dapat muncul antara lain mual dan muntah, rambut rontok (alopecia), menopause dini, kelelahan, infeksi, sakit mulut dan tenggorokan, jari melemah, dan masalah daya ingat.

Mahal dan berefek samping besar, menjadi ciri khas dari upaya penanggulangan kanker. Baik itu dari segi pengobatan maupun pencegahannya. Jika dulu kanker masih diderita oleh kalangan masyarakat menengah keatas, mungkin masih mampu untuk mengatasi kemahalan pembiayaan pengobatan kanker. Tapi tentunya tidak mampu menghindarkannya dari efek samping yang diderita.

Bagaimana jika kanker diderita oleh masyarakat kalangan ekonomi bawah? Hal ini pasti akan sangat memberatkan. Dua beban sekaligus akan dihadapi, yaitu biaya mahal pengobatan yang tidak mungkin mampu untuk dipenuhi dan efek samping dari pengobatan tersebut. Dan ujung dari permasalahan ini adalah tidak tertanganinya pasien karena masalah biaya dan kematian menjadi akhir dari cerita penderita.

Khasiat Tempe Sebagai Pencegah Kanker
Pada tempe banyak terdapat antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E dan karotenoid, isoflavon adalah antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh manusia yang berfungsi untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas. Terdapat tiga jenis isoflavon di dalam tempe, yaitu daidzein, glisitein, dan genistein. Antioksidan ini muncul pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus leteus dan Coreyne bacterium. Beberapa penelitian membuktikan bahwa genistein dan fitoestrogen yang terdapat pada tempe dapat mencegah kanker prostat, payudara dan penuaan.

Sel kanker merupakan sel ganas yang secara fisiologi telah mengalami perubahan secara genetik sehingga terjadi proliferasi berlebihan dan penurunan apoptosis (kematian sel). Apoptosis adalah mekanisme dimana sel mengalami kematian akibat terjadinya kerusakan DNA.
Genistein dapat menginduksi apoptosis pada kultur sel kanker yakni dengan cara meningkatkan ekspresi protein Bax. Sedangkan kandungan anti proliferasi dari genistein mampu melakukan penghambatan melalui kinase yang berbeda dari jalur proliferasi yang beragam. Mengingat adanya kandungan genistein dalam tempe, maka tempe dapat berperan dalam peningkatan apoptosis dan penurunan proliferasi sel kanker. Genistein inilah yang terkandung dalam tempe dan menjadi senjata ampuh menghadapi kanker.

Berdasarkan fakta yang sebelumnya disebutkan, bahwa rata-rata orang Indonesia mengkonsumsi 6,45 kg tempe per tahun. Jika dikalikan dengan kadar gensitein per 100 mg, maka orang Indonesia mengkonsumsi hingga 23,2 gram genistein per tahun. Kadar ini akan mampu mencegah orang Indonesia dari keganasan kanker. Namun bagaimana dengan kenyataannya? Kanker masih tetap merajalela bahkan semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Apakah yang salah dari fakta-fakta tersebut? Memang dari hasil beberapa penelitian yang telah disebutkan sebelumnya menunjukkan mengkonsumsi tempe akan mampu mencegah kanker. Namun terdapat beberapa perbedaan ketika dihadapkan dengan konsumsi tempe di masyarakat. Tempe yang menjadi bahan penelitian adalah tempe mentah yang segar dan belum diolah menjadi makanan yang dikonsumsi langsung oleh masyarakat sehingga keaslian kandungannya masih terjaga. Berbeda dengan tempe yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat yang telah berubah bentuk maupun rasanya, termasuk pula kandungan zat gizi di dalamnya.

Tempe yang dikonsumsi masyarakat umumnya diolah dengan cara digoreng. Upaya penggorengan ini akan mengurangi kadar genistein dalam tempe. Hal ini membuat kemampuan tempe untuk mencegah kanker juga menjadi berkurang. Selain itu, penggunaan minyak goreng malah akan meningkatkan resiko terkena penyakit lain akibat kolesterol di dalamnya. Apalagi minyak goreng yang digunakan berulang kali, akan menjadi radikal bebas dalam tubuh yang justru akan memicu timbulnya kanker.
Hal itulah mengapa tempe walaupun banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia tapi tetap menjadi penyakit yang semakin merajalela. Lalu, bagaimana seharusnya kita mengkonsumsi tempe? Solusinya adalah mengolah tempe dengan cara dikukus. Pengukusan adalah cara yang saat ini masih paling tepat untuk mengolah makanan tanpa mengurangi kandungan gizi makanan tersebut, termasuk tempe. Dengan mengukus tempe, kandungan genistein tetap berada dalam tempe walaupun secara mikroskopis berkurang namun tidak signifikan. Kandungan genistein yang utuh akan mampu bekerja dalam tubuh untuk menangkal timbulnya kanker melalui penginduksian apoptosis dan penghambatan sel kanker.

Ke depan, perlu dilakukan lebih banyak penelitian mengenai efek tempe terhadap kanker dan tentang pengolahan tempe yang paling efektif dalam upaya pencegahan kanker. Setelah ditemukan bentuk tempe yang paling baik menjadi pencegah kanker, maka sosialisasi gerakan “Makan Tempe” perlu dilakukan agar angka kejadian kanker dan kematian akibat kanker di Indonesia menurun dan kesehatan serta kesejahteraan masyarakat Indonesia semakin meningkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun