Mohon tunggu...
Bastomy Ali Burhan
Bastomy Ali Burhan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Mencoba mendapatkan yang terbaik dan memberikan yang terbaik. Masih bercita-cita menjadi Bupati Jember dan bermimpi menjadi Menteri Kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Belajar dari Tawa Afia

20 September 2014   12:09 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:09 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang Pinggiran. Acara di salah satu stasiun televisi swasta yang menyajikan kisah yang selalu menyentuh hati para pemirsa. Bahkan tak jarang membuat kita menitikkan air mata melihat begitu mirisnya kehidupan yang mereka jalani. Dan sekarang saat disini, saya merasa melihat secara live show acara tersebut. Saya banyak menghadapi orang-orang yang bahkan lebih miris dari yang ditayangkan di televisi. salah satunya adalah apa yang saya lihat hari ini.

Saya teringat beberapa bulan lalu mendapatkan informasi bahwa ada salah satu anak di desa dampingan saya yang mengalami kecelakaan hingga tidak sadarkan diri. Pihak sekolah menyarankan untuk mengajukan bantuan untuknya, karena katanya dia adalah salah satu anak dampingan (SC). Namun saat itu saya kurang begitu mendapatkan kejelasan informasi dan saya masih dalam kesibukan yang menumpuk sehingga belum bisa mengunjungi secara langsung. Setelah sekian lama, akhirnya saya berhasil berkunjung ke rumahnya dan bertemu langsung dengannya.

Afia Selfi Rohmawati, biasa dipanggil Alfia. Terlihat sedang digendong oleh sang ibu saat saya pertama kali datang di sebuah gubuk kecil yang hanya berukuran tidak lebih dari 5X5 meter itu. Hal pertama yang saya dapatkan adalah tawa lugu dari Alfia dan sambutan hangat dari ibunya. Padahal saya tidak pernah mengenal mereka. Dan saya pun memperkenalkan diri serta menjelaskan maksud kedatangan saya disana.

"Alhamdulillah mas. Alfia tasih saget tumut Plan. Niki rejekine Alfia, mas. Rumiyin Alfia angsal macem2 dugi Plan. Tapi pun dangu mboten angsal."

Perkataan ibu Alfia seketika menghenyak saya. Betapa bahagianya beliau mengetahui anaknya saya data lagi untuk menjadi SC di Desa Sendangmulyo. Sebelumnya Alfia tinggal di Desa Sumurtawang, dan menjadi SC disana. Sudah 2 tahun sejak Alfia pindah dan sejak itu pula Alfia seolah lepas menjadi anak dampingan. Dan kebetulan Desa Sumurtawang dan Desa Sendangmulyo sama-sama dampingan saya, maka saya berhasil merangkulnya lagi.

Ibu Alfia sangat antusias bercerita kepada saya tentang kronologi kejadian kecelakaan yang dialami Alfia. Saat itu Alfia mengajak ibunya untuk mencari kayu bakar di pantai. Padahal kayu bakar di rumah sudah mencukupi. Namun karena Alfia sudah merengek, ibunya pun mengiyakan. Dan saat sedang sibuk mencari kayu bakar itulah ibu Alfia terkejut saat melihat Alfia sudah tergeletak karena tertabrak motor yang dikendarai oleh tetangga desanya sendiri. Dan berkat pertolongan warga, Alfia dibawa ke Puskesmas Sluke. Ternyata kecelakaan yang dialami Alfia ini berdampak panjang. Alfia harus menjalani perawatan di Rumah Sakit dr. Karyadi Semarang karena mengalami koma. Atas bantuan dari Khamdi, kader saya di desa yang memperjuangkan pengajuan bantuan hingga ke tingkat Bupati karena keluarga Alfia tidak memiliki Jamkesmas, Alfia berhasil mendapatkan pengobatan gratis. Namun permasalahannya bukan dari biaya pengobatannya, namun dari biaya hidup keluarga yang mendampingi. Akhirnya, Alfia dibawa pulang karena ketidakmampuan keluarganya.

Hampir 3 bulan Alfia menjalani perawatan di rumah. Dia mengalami kelumpuhan karena adanya gangguan syaraf tubuhnya. Alfia tidak bisa menggerakkan anggota tubuhnya, berbicara dan berjalan. Karena keadaannya itu Alfia tidak dapat bersekolah hingga sampai saat saya mengunjunginya. Dia adalah siswi kelas 3 di SDN Sendangmulyo 2. Kata gurunya, dia adalah siswi yang aktif dan cerdas. Dan betapa bahagianya sekarang dia sudah bisa tertawa, diajak berbicara hingga bercanda dengan saya.

"Kasih ibu kepada beta. Hanya memberi tak harap kembali."Alfia memamerkan kepada saya bahwa dia sudah bisa menyanyi.
"Lho lagunya koq kepotong?" tanya saya sambil bercanda.
"Hehe." jawabnya hanya dengan tawa yang lebar dan lugu.

Saya terenyuh mendengarnya. Lebih tersentuh lagi saat dia mencoba untuk berjalan. Kakinya masih belum sempurna dapat dia gerakkan karena tungkai sebelah kirinya masih agak mati rasa. Dia menggerakkan kakinya langkah demi langkah. Saya menyemangatinya. Dan di langkah ketiga, dia terjatuh. Dia menangis. Ibunya pun menggendongnya. Saya sangat terharu melihat Alfia belajar berjalan dan jatuh. Saya pun ingin meneteskan air mata. Memang, kata ibunya, sejak dia mengalami kecelakaan Alfia menjadi seperti anak bayi yang sangat manja. Bahkan saat ibunya akan ke sumur yang jaraknya lumayan jauh dari rumahnya, karena kebetulan rumah Alfia tidak memiliki kamar mandi dan WC, Alfia ikut digendong oleh ibunya. Saat ditinggal sebentar saja, sudah merengek. Saya memahami keadaannya. Karena memang rasa sakit yang dia rasakan tidak bisa dia ungkapkan. Hanya dengan rengekan manjanya. Sampai saat ini Alfia masih menjalani pengobatan secara rutin di Puskesmas untuk memantau perkembangan keadaannya.

Alfia, hanya salah satu bukti bahwa yang kita lihat di televisi selama ini bukan rekayasa. Masih banyak keluarga seperti Alfia yang masih tidak beruntung di sekitar kita. Tulisan saya ini bukan untuk "menjual" Alfia, tapi sebagai renungan saya maupun teman-teman semua bahwa kita harus selalu bersyukur dan berbagi dengan orang lain.
Saya hanya bisa bersyukur dan mencoba memikirkan apa yang bisa saya berikan untuknya. Baik secara lembaga maupun secara pribadi. Saya ingin melihat tawa Alfia yang lugu nan polos selalu terpancar saat dia kembali bisa bersekolah dan beraktifitas seperti dulu lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun