Program makan bergizi gratis (MBG) sudah berjalan sesuai dengan rencana, meskipun harus diakui implementasinya belum merata di seluruh daerah.
Pelan tapi pasti tentu program nasional ini akan menyentuh seluruh  penerima manfaat; anak-anak sekolah, ibu hamil dan ibu sedang menyusui yang terdapat di seluruh  pelosok wilayah republik tercinta ini.
Betapa mulianya program nasional ini dalam upaya menjadikan sumberdaya manusia yang sehat dan cerdas, terutama anak-anak sebagai generasi penerus bangsa, sehingga tak urung program ini mendapat dukungan dari semua pihak.
Sebagai wujud keseriusan pemerintah maka telah dibentuk lembaga khusus selevel menteri untuk menanganinya, yaitu Badan Gizi Nasional (BGN) dengan anggaran pantastis, berjumlah puluhan  triliunan rupiah untuk operasional pada tahap awalnya.
Oleh karena  MBG ini merupakan program jangka menengah panjang dan berkelanjutan sebagai bagian dari visi  misi untuk mewujudkan Indonesia emas 2045, maka pengelolaannya harus sebaik mungkin.
Ada satu hal yang semestinya dijadikan perhatian oleh BGN dan ini tentunya berkaitan erat dengan program swasembada pangan, yaitu tentang sumber karbohidrat dalam menu  MBG yang disajikan untuk penerima manfaat.
Diketahui bahwa sumber karbohidrat yang berasal dari bahan pangan tidak hanya terbatas pada padi (beras) saja, melainkan bisa  juga dari tanaman biji-bijian lainnya, seperti jagung, sorghum, dan gandum.
Juga bahan pangan yang berasal dari umbi- umbian, seperti singkong, talas, ganyong, ubi jalar  dan lain-lain serta yang tidak kalah akan kaya  kandungan karbohidratnya, yaitu yang bersumber dari sagu.
Jadi, sebagai variasi untuk menu utamanya tidak harus terus menerus berupa nasi dari beras, tetapi dapat digantikan oleh nasi jagung , nasi singkong (tiwul), sorghum atau sagu dan lain-lain.
Variasi ini dimaksudkan sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan masyarakat akan beras pada satu sisi dan juga upaya untuk mengenalkan keanekaragaman bahan pangan sumber karbohidrat, terutama kepada anak-anak, pada sisi lainnya.