Kenangan indah lebih dari setengah abad tersebut, muncul lagi di memori, manakala belum lama ini aku melihat sebuah kerumunan dan disana terdapat seorang penjual es keliling dengan menggunakan wadah termos.
Lalu kudekati dan kutanya, sambil menebak, jualan es lilin nak  ?  karena aku takut salah, kalau-kalau namanya sudah berubah, walaupun bentuk dan kecilnya sama seperti yang pernah aku jual  pada zaman dahulu kala.
Spontan dijawab, Â " Â ya, mang, cobalah dulu, ada rasa mangga, rasa buah naga, " katanya menawarkan.
Aku tersenyum, sambil mengucapkan terima kasih dan mengatakan bahwa aku sudah tidak kuat lagi makan es (dingin), namun aku senang, karena tebakan benar.
Cukup lama aku mengamati, anak-anak  berebutan membeli es lilinnya dan lamat-lamat kudengar harganya Rp. 1.000-, per biji.
Aku tertegun, mencoba membandingkan harganya, dulu zaman aku kecil berjualan harganya masih senan belum rupiah, karena sudah lama sekali, aku lupa berapa sen per bijinya, kini sudah seribu.
Jadi faktanya, es lilin tetap eksis walaupun sudah puluhan tahun beredar dan digemari banyak kalangan serta tidak mengenal segmen pasar.
Majulah kita semua.#
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H