Menuju Areal Perkebunan Kopi  "  Semiyak "  Lebong Jalannya Mendaki Ekstrim,  Melintas Ekstra Hati-hati  !
Bismillah,
Tidak terbayang dalam benak saya sebelumnya, kalau untuk sampai ke areal perkebunan kopi  rakyat  " semiyak ' Lebong begitu " susah " dan ngeri.
Saya dari kediaman Kota Bengkulu sengaja mengendarai sepeda motor, dengan maksud  agar sampai betul kepondok tujuan untuk tempat bermalam, karena dari informasi yang diterima sepeda motor bisa sampai keareal perkebunan.
Baru saja meninggal Desa Tik Koto Rimbo Pengadang Lebong sebagai titik over dari Kota Curup  untuk memasuki kawasan perkebunan kopi disini, saya sudah dihadapkan pada jalan setapak dengan banyak rintangan.
Jalan sempit  berbatu, berdebuh karena musim kering dan di kanan kiri terdapat lembah yang siap " menampung " bila kendaraan terpeleset.
Semakin masuk kedalam jalanan semakin kecil serta dikiri kanan dipagar tebing (tanah tinggi) Â diatas jalan dan terus mendaki, hingga versneling yang digunakan 1-2 saja dengan gas tinggi.
Menapaki jalan yang semakin jauh kedalam semakin ekstrim, akhirnya saya menyerah dan tidak sanggup lagi untuk mengendarai sepeda motor standar yang saya bawah untuk sampai kepondok tujuan.
Dengan kondisi yang sangat lelah, karena saya sudah masuk golongan lansia, maka saya melanjutkan dengan jalan kaki dan sepeda motor dikendarai oleh ponakan saya yang sejak dari luar mengawal saya dengan sepeda motor " khusus " yang di modif.
Kendati, jarak tempuh sesungguhnya tidak terlalu jauh, hanya lebih kurang 18 kilometer saja, tapi karena medannya berat dan bagi saya merupakan perjalanan pertama, jadi terasa cukup jauh.
Apa yang saya alami, tentu tidak berlaku bagi para pekebun kopi disini, dimana sepeda motor yang mereka gunakan untuk sarana angkutan penumpang dan barang sudah dimodif sedemikian rupa.
Sepeda motor dengan merek yang sudah umum digunakan pemotor, mereka modif dengan stang pengemudi lebih tinggi, lingkaran roda sedikit lebih luas, tuas injakan pengemudi dan penumpang lebih pendek dan agak tinggi.
Sehingga, dengan kondisi sepeda motor begitu rupa, tidak akan kesulitan untuk melalui jalan yang hanya sedikit lebih lebar dari bodi sepeda motor dan terjal tersebut, mereka santai saja, walaupun membawa beban yang relatif berat.
Jika ada yang minta bantuan untuk mengeluarkan barang, terutama biji kopi, mereka cukup menerima upah Rp. 1.000,- setiap kilogram dan sekali angkut biasanya minimal 150 kilogram.
Yang saya kagum, mereka tidak merasakan ada hambatan untuk keluar masuk areal perkebunan, bila musim hujan tanah menjadi berlumpur,  maka dilingkaran roda sepeda motornya  dipasang rantai, hingga dapat tetap melaju dengan cepat.
Lalu, bagaimana dengan sepeda motor saya ketika pulang  ?  tunggu artikel berikutnya.
Majulah kita semua. #
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H