Mohon tunggu...
Buyung Nurman
Buyung Nurman Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Lepas

Orang biasa.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Lebaran Khidmat, "Sungkeman" Usai Sholat Id Sebagai "Warisan Keluarga" yang Mengesankan

7 April 2024   15:24 Diperbarui: 7 April 2024   15:37 1238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ilustrasi Sungkeman. Dokumen pribadi. 

Bismillah,

Lebaran idul fitri sebagai penutup dari rangkaian puasa ramadhan yang telah dikerjakan sebulan lamanya merupakan momen yang yang selalu dinanti-nantikan oleh setiap muslim.

Betapa tidak, bahwa lebaran identik dengan hari kunjung mengunjungi dalam rangka meminta dan memberi maaf satu sama lain, sepertinya tak terbantahkan.

Oleh karena itu sudah selayaknya bila kehadiran Hari raya idul fitri disambut dengan rasa riang gembira penuh suka, seraya mengucapkan syukur yang paling dalam ke hadirat-Nya.

Lalu, berkenaan dengan lebaran hari raya apakah ada warisan keluarga?

Ada saja, baik resep warisan berupa makanan  dan minuman serta  resep non menu yaitu melaksanakan lebaran secara khidmat, dengan terlebih dahulu melakukan ritual sungkeman setelah sholat  Id.

Terhadap hal tersebut ada dua versi yang hendak dikemukakan dalam tulisan, karena di keluarga ada kolaborasi antara Bengkulu Sumatera dan Jawa.

Ketika saya belum berkeluarga, praktis setiap lebaran saya berada di rumah orang tua yang notabene menggunakan kebiasaan orang Bengkulu Sumatera. Dimana pada pagi hari tanggal 1 Syawal setelah sholat subuh dan mandi kami makan minum sekadarnya dan bersiap-siap menuju tanah lapang atau masjid untuk menunaikan sholat Idul fitri (Id).

 Setelah itu pulang dan terus saling bermaaf-maafan dengan mendahulukan kedua orang tua mohon keridhoannya dan seterusnya dengan anggota keluarga yang lainnya. Kemudian baru menikmati santapan yang ada dan selanjutnya baru mengunjungi kaum kerabat dan tetangga.

Kemudian, setelah berkeluarga kami menuruti kebiasaan masyarakat Jawa, karena isteri saya berasal dari Jawa, dimana sesudah sholat subuh dan mandi pagi pada tanggal 1 Syawal, kami sarapan seadanya dan setelahnya menuju masjid untuk menunaikan sholat Id.

Usai sholat Id kami pulang dan dirumah di ruangan tertentu kami berkumpul dengan urutannya  kedua orang tua/Bapak Ibu, lalu anak sulung dan seterusnya sesuai dengan urutan tahun kelahirannya.

Sejurus kemudian, Bapak/suami tetap diposisi semula, lalu Ibu/isteri menyalami dengan kondisi sungkem sambil mintak maaf dan setelahnya duduk dekat Bapak/suami, lalu diringi anak sulung, anak tengah sampai yang ragil alias bungsu.

Bila ritual sungkeman usai, baru kami menikmati santapan favorit yang ada dan setelahnya, mengunjungi atau sebaliknya menerima kunjungan dari kaum kerabat dan para tetangga dekat.

Demikian resep lebaran yang kami lakukan sudah hampir tiga dasa warsa dan hari ini yang kami anggap sebagai  " warisan keluarga." Tidak tahu kedepannya, seiring dengan sebagian anak-anaknya sudah berumah tangga yang tidak tinggal bersama kami lagi.

Majulah kita semua. # BN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun