Mohon tunggu...
Rio Rizky
Rio Rizky Mohon Tunggu... -

A man who born in Bandung thirty November 1994, and know want to give a benefit for fellows.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bandung Menuju Jati Dirinya

17 Januari 2014   11:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:45 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apa julukan kota Bandung ? - Kota Kembaaang" Iulah pertanyaan yang sering saya dapatkan ketika duduk di sekolah dasar dulu, dari guru-guru. Bandung Kota Kembang, Paris Van Java dan segala julukan yang melekat padanya, tidak diberi secara cuma-cuma. Ya, Bandung memiliki julukan itu, karena Bandung pernah merasakan periode menjadi kota penuh kembang (bunga) dan pernah dinilai oleh kolonial Belanda, mirip dengan ibukota Perancis, Paris karena suasana dan cuaca kota Bandung yang sejuk.

Sebagai orang yang baru sebentar merasakan kota Bandung, dan tidak merasakan saat-saat Bandung menjadi kota kembang dan Paris Van Java, saya hidup di masa Bandung  kota semerawut,rasa mencintai kota sendiri tidak timbul. Bukan tidak beralasan, setiap hari saya melihat parkir sembarangan dimana-mana, pengemis dan anak jalanan yang hampir saya temui di setiap perempatan, volume kendaraan yang seiring waktu berjalan saya rasakan semakin tinggi sehingga menimbulkan kemacetan dimana-mana, banjir, lalu lintas yang semerawut, PKL berjualan tak tahu aturan, dan infrastruktur yang buruk, serta minimnya ruang-ruang publik di kota, dan yang terakhir menggunungnya sampah dimana-mana.

Sempat terlintas di benak, jika saya dewasa nanti, saya akan meninggalkan kota ini, kota kelahiran saya sendiri. Karena Bandung seiring waktu sudah semakin tidak livable. Dan bila sudah seperti ini, boro-boro mau menjadi kota yang sehat, inilah salah satu contoh kota yang stress. Dan efek dari kota yang stress adalah melahirkan orang-orang yang stress, karena serba salah. Diam dirumah membuat jenuh, salah satu alternatif nya adalah pergi keluar rumah, jika di Amerika taman-taman kota selalu dipenuhi oleh warga-warganya, menjadi tempat interaksi, baca buku, atau barbeque bersama. Tapi di Indonesia, salah satunya di Bandung, pergi keluar pun malah menambah ke-stressan melihat kemacetan, bunyi klakson dari sana-sini, tukang angkot yang ugal-ugalan dan banyak lagi.

Belum lagi Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang seiring waktu semakin berkurang, biang dari pebisinis-pebisnis yang oportunis, dan sarana-sarana publik yang tidak terawat bahkan sudah tidak layak. Seperti contoh, lapangan Gelora Saparua, Lapangan Gasibu, dan masih banyak lagi. Dan masalah paling main-stream yang dihadapi Indonesia saat ini : Ledakan Penduduk. Kota Bandung saat ini berpenduduk 2,6 juta jiwa, jauh melampaui yang seharusnya. Bandung adalah kota yang sebetulnya hanya layak dihuni ratusan ribu masyarakat saja, tapi kenyataan sekarang sudah melampaui itu. Masih layak tinggalkah kota seperti ini ?

Ketika benci kepada kota sendiri sudah semakin meninggi, tahun lalu (2013) terjadi pemilihan walikota baru. Muncul sedikit asa saat itu, karena walikota yang lama sudah tidak akan mencalonkan diri lagi karena sudah 2 periode, dengan ini timbul ekspektasi di dalam hati akan angin segar yang terjadi di kota kelahiran saya. Sangat berharap pemerintahan yang baru tidak seperti rezim-rezim sebelumnya. Terpilihlah Ridwan Kamil sebagai walikota terpilih, saat itu yang saya tahu tentangnya adalah dia seorang arsitek dan motor penggerak kreativitas anak muda di Bandung. Selebihnya saya tidak tahu, namun seiring pemerintahannya berjalan, timbul setitik-titik asa akan perubahan ke arah lebih baik kota ini. Gebrakan-gebrakan yang di lakukan sangat relevan dengan apa yang saya idam-idamkan kepada kota ini. Penertiban PKL, Bunga-bunga yang sekrang hampir saya temui di setiap sisi jalan, trotoar yang di renovasi, penertiban pengemis dan anak jalanan,  dan banya lagi, serta taman-taman yang direnovasi sehingga berdampak kembalinya jati diri taman sebagai ruang interaksi orang-orang. Tak jarang sekarang setelah taman-taman lama dibenahi dan dibuatnya taman-taman yang baru saya lihat selalu dipenuhi oleh masyarakat untuk sekedar berkumpul dan yang paling saya sering lihat adalah foto-foto. Ya, fotogenic sudah semakin membudaya di Indonesia.

Dari semua fenomena itu, timbul rasa yang dulu tak pernah ada dalam diri, yakni mencintai kota sendiri, timbul rasa pride sebagai 'Urang Bandung'. Jika dulu saya mempunyai pride akan Bandung hanya terhadap Persibnya, sekarang saya cinta Bandung dengan segala isinya. Dari sini ekspektasi dan ke optimisan masa depan Bandung jauh lebih baik semakin nyata, walaupun masih ada saja hal-hal yang menghambat perubahan, seperti PKL dan pengemis yang masih sering muncul walaupun sudah tertibkan. Tapi jadikan saja itu sebgai ujian, saya yakin jika ikhtiar untuk perubahan terus dilakukan, Tuhan akan memberikan hasil yang terbaik untuk kota ini.

"Bandung bagiku bukan hanya tentang masalah geografis, Bandung itu masalah perasaan"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun