Oleh karena itu, walaupun program sertifikasi atau standardisasi khatib itu urung dilaksanakan, sudah seyogiannyalah kita selalu melakukan introspeksi diri agar umat tidak menerima sesuatu yang keliru karena kecongkakan kita.Â
Hal ini bisa juga dilakukan dengan berdiskusi, saling koreksi bacaan ayat-ayat yang telah dihafal dengan rekan sesama khatib lainnya atau dengan memperdengarkan bacaan itu kepada orang-orang yang ahli di bidang bacaan al qur'an. Sehingga bisa terhindar dari kesalahan-kesalahan yang terkadang secara tidak sengaja kita lakukan saat menjadi khatib.
Di samping itu, seorang khatib juga dituntut banyak membaca dan menela'ah berbagai macam kitab-kitab para ulama. Jangan hanya terfokus dan terpaku pada salah satu jenis kitab atau bahkan mazhab saja agar kedalaman dan keluasan ilmu semakin hari semakin bertambah.Â
Ingatlah ibarat pepatah: orang berilmu itu seperti padi, semakin berisi semakin merunduk. Semakin tinggi ilmunya semakin dia tawadhuk dan mau menerima kritik dan saran dari orang lain (jamaah). Bukannya malah seperti bunga lalang yang ketika sudah kembang justeru terbuang.
Demikianlah tulisan singkat ini, semoga menjadi pelecut semangat (terutama bagi Penulis sendiri) untuk selalu mengupdate dan mengintrospeksi diri. Karena setiap yang didengar, yang dilihat, dan yang diucapkan akan kita pertanggung-jawabkan kelak di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala.Â
Kalau pahit, janganlah langsung dibuang. Sebaliknya kalau manis, jangan pula langsung ditelan. Silahkan dikunyah-kunyah terlebih dahulu. Dan mohon maaf atas segala kekeliruannya. Wassalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H