Sistem utang dalam tradisi buwuh sangat berbeda dengan sistem utang pada umumnya, karena dalam sistem utang tradisi buwuh tidak terdapat tenggat pengembalian yang pasti.Â
Dalam tradisi buwuh, pengembalian dilakukan ketika pihak pemberi menyelenggarakan hajatan. Umumnya dalam tradisi ini, masyarakat mencatat nominal buwuhan sebagai landasan dalam mengembalikan buwuhan.Â
Selain itu, ditemui adanya fakta bahwasanya tradisi ini dapat diistilahkan sebagai "beli nasi" yang artinya ketika mendatangi hajatan, pihak tersebut tidak mau hanya makan saja tanpa memberikan imbal balik kepada pemilik hajatan sehingga memaknai buwuh yang diberikan sebagai uang "beli nasi" atas makanan yang telah disuguhkan.
Dalam tradisi buwuh memuat peran modal sosial, yakni unsur norma, kepercayaan, serta jejaring. Dalam tradisi buwuh, masyarakat jawa terkhusus masyarakat Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang masih memegang teguh norma masyarakat yang turun-temurun. Hal ini terlihat dari aktivitas penerima dan pemberi buwuhan yang saling timbal-balik.Â
Apabila pemberi buwuhan memberikan buwuhan, maka pihak penerima buwuhan akan mengembalikan buwuhan tersebut karena terdapat suatu kewajiban yang tidak tertulis, tetapi disepakati secara sosial bahwa seseorang yang menerima pemberian akan mengembalikan kepada pihak yang memberi buwuhan.Â
Selain itu, masyarakat memiliki kepercayaan mengenai tradisi buwuh yang mana hal ini merupakan bentuk kebiasaan masyarakat Lowokwaru, sehingga mereka menganggap bahwa tradisi ini diharuskan memberi serta mengembalikan buwuhan.Â
Unsur jejaring juga terdapat dalam tradisi buwuh yang mana terlihat dari hubungan sosial antar masyarakat kecamatan Lowokwaru yang selalu memberikan buwuhan setiap diundang karena memiliki manfaat dalam hal membentuk kerukunan dan mengurangi beban penerima buwuhan.Â
Selain itu, unsur jejaring juga terlihat dari kedekatan antara pemberi dan penerima buwuhan. Ketika kedua belah pihak dekat, maka pemberi buwuhan memberikan buwuhan dalam nominal yang jauh lebih besar serta sembako dalam jumlah banyak.Â
Berdasarkan pelaksanaan tradisi buwuh di masyarakat, mencerminkan kondisi yang tidak sejalan dengan teori ekonomi rasional. Ekonomi rasional menjelaskan kecenderungan manusia memperoleh keuntungan dari setiap tindakan yang diambilnya. Akan tetapi, berbeda halnya dengan konsep sumbangan dalam tradisi buwuh yang sebagian besar dianggap bukan sebagai utang yang harus dikembalikan meskipun mereka merasa terbebani dari adanya tradisi tersebut.Â
Kondisi nyata seperti ini tidak mampu dijelaskan oleh ekonomi rasional karena manusia cenderung membuat pilihan yang tidak menguntungkan secara ekonomi. Namun, kondisi nyata dalam tradisi buwuh sejalan dengan teori ekonomi kelembagaan dimana tradisi buwuhan dianggap sebagai aturan atau norma yang sudah menjadi collective action dalam suatu masyarakat, sehingga apabila tidak melaksanakannya, maka akan mendapatkan sanksi.Â
Tradisi buwuh dapat mendorong inklusi keuangan melalui pencatatan nominal yang akurat, sehingga masyarakat dapat menjaga keuangan dengan teratur serta meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang pengelolaan keuangan yang bijak yang mana pada akhirnya berdampak pada peningkatan literasi dan inklusi keuangan.Â