Praktik kedokteran gigi memiliki risiko tinggi terjadinya infeksi silang akibat kontak langsung atau tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah, saliva, dan cairan tubuh lainnya,yang dapat menyebarkan penyakit seperti hepatitis B, hepatitis C, HIV/AIDS, dan TBC. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengetahuan dan penerapan proteksi diri oleh dokter gigi muda RSGM UMI dengan desain observasional analitik cross.
Kata Kunci : Pencegahan Universal, Infeksi Silang, Kedokteran Gigi, Kontrol Infeksi, Mikroorganisme, Saliva, Darah, Proteksi Diri, Protokol Keselamatan, Praktis Klinis
Mengapa pencegahan universal penting dalam kedokteran gigi untuk mencegah kontaminasi silang dan melindungi dokter gigi serta pasien?
Dokter gigi dalam menjalankan profesinya, dokter gigi tidak terlepas dari kemungkinan untuk berkontak secara langsung maupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam saliva dan darah pasien. Kedokteran gigi merupakan salah satu bidang yang rawan untuk terjadinya kontaminasi silang antara pasien-dokter gigi, pasien-pasien dan pasien-perawat, adanya medical history pada rekam medis dapat mempermudah dokter gigi untuk mencurigai adanya penyakit infeksi yang diderita pasien. Namun, tidak semua pasien dengan penyakit infeksi dapat langsung diidentifikasi oleh medical history, pemeriksaan fisik, atau tes laboratorium. Keterbatasan ini lah yang mengantar para pelaku medis untuk menerapkan konsep pencegahan universal. Pencegahan universal mengacu pada metode kontrol infeksi pada semua darah manusia dan cairan tubuh (pada bidang kedokteran gigi: saliva) dan proteksi diri yang dilakukan dokter gigi. Pencegahan Universal adalah prosedur kontrol infeksi dan proteksi dokter gigi yang diterapkan pada semua pasien. (Galih: 2020)
Pada klinik gigi, saliva pasien, plak gigi, darah, pus, dan cairan krevikular dapat ter aerosol dan meninggalkan noda. Mikroorganisme dapat menyatu dengan material-material tersebut dan menyebabkan infeksi sehingga dapat menularkan penyakit. Beberapa penyakit yang paling umum adalah influenza, pneumonia, TBC, herpes, hepatitis dan AIDS.1 Salah satu upaya pencegahan terhadap infeksi silang adalah dengan penerapan proteksi diri yang baik dan benar oleh dokter gigi.
Peningkatan insiden infeksi virus hepatitis B (HBV) dan human immunodeficiency virus (HIV) menyebabkan peningkatan kewaspadaan terhadap infeksi silang semakin meningkat. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), antara 35 juta pekerja kesehatan Olahragadi seluruh dunia, sekitar tiga juta menerima eksposur perkutan patogen melalui darah setiap tahun. Dua juta di antaranya tertular HBV (virus Hepatitis B), 900.000 tertular HCV(virus Hepatitis C) dan 170,000 tertular HIV. Hepatitis B adalah salah satu penyakit yang paling umum dan serius di dunia. Penyakit ini adalah 100 kali lebih menular dibandingkan HIV. Menurut WHO, ada sekitar 350 juta pembawa hepatitis kronis B (HBV) di seluruh dunia. Sampai dengan 2 juta orang meninggal setiap tahun dari infeksi virus hepatitis B, sehingga menjadi urutan kesembilan penyebab utama kematian di seluruh dunia. 2 Hal inilah yang menyebabkan tenaga medis khususnya dokter gigi harus memperhatikan keselamatan dirinya dengan cara menerapkan proteksi diri sebagai upaya untuk mencegah terjadinya infeksi silang. Banyak pasien dan tenaga medis di kedokteran gigi yang beresiko untuk tertular mikroorganisme patogen seperti HIV dan AIDS, hepatitis B (HBV), hepatitis C (HCV), herpes simplex virus, Mycobacterium tuberculosis (TBC), virus influenza H1N1, staphylococci, streptococci, serta berbagai macam virus, bakteri yang berkolonisasi serta menginfeksi rongga mulut, yang dapat ditularkan dari pasien ke dokter gigi dan dokter gigi ke pasien.
Mengapa tenaga kesehatan gigi berisiko tinggi terinfeksi dan bagaimana penyebaran infeksi dapat terjadi di tempat praktik?
Dalam menjalankan profesinya tenaga pelayanan kesehatan gigi dan mulut tidak lepas dari kemungkinan untuk berkontak secara langsung atau tidak langsung dengan mikroorganisme dalam rongga mulut (termasuk saliva dan darah) pasien. Sebagai hasil pemajanan yang berulang kali terhadap mikroorganisme yang ada dalam rongga mulut, insidensi terjangkit penyakit infeksi lebih tinggi pada praktik kedokteran gigi. Penyebaran infeksi membutuhkan sumber infeksi antara lain berupa darah, saliva, atau jaringan yang merupakan perjalanan dari sumber infeksi tersebut. Penyakit infeksi dapat menyebar di tempat praktek melalui kontak langsung antara manusia dengan manusia, kontak tidak langsung, inhalasi langsung maupun tidak langsung, autoinokulasi dan ingesti.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan izin dari komisi etik, dengan nomor 221/A.1/KEPK-UMI/IX/2018. Penelitian ini dilakukan di RSIGM UMI Fakultas Kedokteran Gigi UMI pada bulan November 2018. Populasi pada penelitian ini adalah Dokter Gigi Muda di RSIGM UMI. Sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu memilih sampel sesuai kriteria inklusi. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah dokter gigi muda di RSGM UMY, dokter gigi muda yang bersedia ikut serta dalam penelitian ini,Dokter gigi muda yang sedang menjalankan kepaniteraan (sedang melakukan tindakan). Sedangkan, kriteria eksklusi responden yang tidak dapat mengikuti instruksi peneliti. Pengetahuan didefinisikan sebagai hasil penginderaan manusia melalui indera yang dimiliki (telinga, mata, hidung, rasa dan raba).
Pemberian informasi akan meningkatkan pengetahuan seseorang. Pengetahuan dapat menjadikan seseorang memiliki kesadaran sehingga seseorang akan berperilaku sesuai pengetahuan yang dimiliki. Perubahan perilaku yang dilandasi pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif bersifat langgeng karena didasari oleh kesadaran mereka sendiri bukan paksaan. Tingkat pengetahuan terbagi atas 6 yaitu, Tahu (know), Memahami (comprehension), Aplikasi (aplication), Analisis (analysis), Sintesis (synthesis), Evaluasi (evaluation). Infeksi silang kedokteran gigi adalah perpindahan penyebab penyakit antara pasien, dokter gigi, dan petugas kesehatan dalam lingkungan pelayanan kesehatan gigi. Perpindahan infeksi dari seseorang ke yang lainnya memerlukan persyaratan yaitu adanya sumber infeksi, perantara dan cara transmisinya.
Penularan mikroorganisme terjadi dengan cara:
1) kontak langsung dengan lesi/saliva/darah yang terinfeksi;
2) Penularan tidak langsung melalui alat terkontaminasi;
3) Percikan atau tumpahan darah, saliva, dan
4) Penularan lewat udara dengan terhirupnya aerosol.
Dalam menjalankan profesinya, dokter gigi tidak terlepas dari kemungkinan untuk berkontak secara langsung maupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam saliva dan darah penderita. Penyebaran infeksi dapat terjadi secara inhalasi yaitu melalui proses pernapasan atau secara inokulasi atau melalui transmisi mikroorganisme dari serum dan berbagai substansi lain yang telah terinfeksi. Standar pencegahan dirancang untuk mengurangi risiko penularan mikroorganisme dari sumber infeksi yang diketahui dan tidak diketahui (darah, cairan tubuh, ekskresi, sekresi, dll). Tindakan pencegahan ini berlaku untuk perawatan semua pasien tanpa menghiraukan diagnosis mereka atau dugaan status infeksi. Untuk membatasi kontaminasi silang pada dokter gigi, staf dan pasiennya maka digunakan triad barrier yaitu masker, sarung tangan, dan kacamata pelindung. Alat pelindung diri sebagai salah satu bagian dari kewaspadaan umum (universal precaution) adalah suatu cara penanganan baru untuk meminimalkan pajanan darah dan cairan tubuh dari semua pasien, tanpa memperdulikan status infeksi. Perilaku yang baik dalam penggunaan alat pelindung diri sebagai Penerbit:Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Muslim Indonesia Sinnun Maxillofacial Journal. salah satu unsur dalam kewaspadaan umum diharapkan dapat menurunkan resiko penularan patogen melalui darah dan cairan tubuh lain dari sumber yang diketahui maupun yang tidak diketahui.
Kesimpulan dari penjelasan di atas adalah bahwa profesi dokter gigi memiliki risiko tinggi terhadap infeksi silang yang dapat terjadi melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan darah, saliva, dan cairan tubuh lainnya. Infeksi ini dapat ditularkan melalui berbagai cara, seperti kontak langsung dengan cairan tubuh pasien, peralatan yang terkontaminasi, percikan cairan tubuh, hingga inhalasi aerosol. Untuk mencegah infeksi silang, dokter gigi harus menerapkan pencegahan universal yang meliputi penggunaan alat pelindung diri (APD) seperti masker, sarung tangan, dan kacamata pelindung, tanpa memandang status infeksi pasien. Tingkat pengetahuan dan kesadaran dokter gigi tentang protokol pencegahan sangat berpengaruh terhadap penerapan perilaku pencegahan yang efektif. Dengan mematuhi standar pencegahan, risiko penularan patogen dapat diminimalkan, sehingga memberikan perlindungan bagi dokter gigi, staf medis, dan pasien.
Referensi :
P, Galih Paramarta. 2020. “Penerapan Proteksi Diri Dokter Gigi Sebagai Upaya Pencegahan Terhadap Infeksi Silang Penyakit Menular”. Institut Ilmu Kesehatan Strada. Kediri
Nur Fadhilah Arifin, KSarahfin Aslan,Yusrini Selviani, Andy Fairuz, Fadil Abdillah Arifin, dan Hilyah. 2018. “Artikel Hubungan Tingkat Pengetahuan Dokter Gigi Muda dengan Tindakan Penggunaan Alat Pelindung Diri di RSIGM UMI”. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Muslim Indonesia. Makassar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H