Mohon tunggu...
Butoable
Butoable Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Pemimpi yang suka berasumsi, terkadang lepas kendali, sering berbicara kepada diri sendiri, tanpa sepengetahuan orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Petuah Sakral dalam Ritme Kebangsaan

15 Juli 2017   02:09 Diperbarui: 15 Juli 2017   07:34 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meskipun lagu ini menjadi lagu kebangsaan, tetapi apakah para pendengar setia dari lagu ini memang mengaplikasikan sifat kebangsaannya sesuai, jika kita menilik dari lagu ini yaitu :

Hiduplah tanahku

Hiduplah negriku

Bangsaku Rakyatku semuanya

Bangunlah jiwanya

Bangunlah badannya

Untuk Indonesia Raya

Asas kepentingan umum memang sudah terkandung dalam lagu ini, mungkin secara saya pribadi dalam bait ini tergambar jika kita berusaha untuk "Tanah dan Negri" maka kesemuanya akan kembali dan berusaha untuk memberikan kita yang terbaik, maksutnya yaitu jika kita berusaha menjaga "Tanah" kita, mungkin kata "Tanah" ini mewakili kesejahteraan dari hasil bumi, ruang angkasa dan laut kita, karena memang kesemuanya berasal dari tanah, maksudnya ialah jika kita menjaga tanah kita, seperti menjaga kesuburan tanah kita, tidak merusak ekosistem tanah maupun laut kita, menggunakan hasil bumi dengan sebaik-baiknya tidak digunakan untuk hal yang merugikan masyarakat, lebih lebih untuk kepentingan pribadi, harus digunakan untuk kepentingan umum. Jadi menurut saya "Hiduplah Tanahku" ini merupakan ungkapan give and give.

Selanjutnya "Hiduplah Negriku" menurut saya ini adalah ungkapan untuk orang yang memiliki kesempatan untuk menjadi wakil daripada bangsa dan rakyat, atau biasa kita kenal ialah Pejabat Negeri atau Pegawai Negeri, kita tahu kan bahwasannya mereka adalah kunci dari pembangunan negeri ini, mereka yang tahu apa yang kurang apa yang dibutuhkan dan apa yang harus dilakukan untuk sebuah kemajuan daerah dan negeri, aslinya kita sangat tahu hal tersebut saying suara kita terlalu kecil untuk didengar, suara kita terlalu banyak sehingga pendengar akan merasa bising karena kita memang terlalu banyak dan memang membuat berisik agar yang mendengar merasa.

Mengapa mereka yang menjadi kunci ? bukannya kita ini adalah masyarakat, kita yang seharusnya dinomorsatukan atau disejahterakan ? tepat sekali, mereka menjadi kunci, karena mereka adalah corong kita, seharusnya mereka yang menyampaikan selagi kita berbicara , karena memang mereka adalah wakil dari kita, wakil dari rakyat ialah bertanggung jawab kepada rakyat, karena memang rakyat butuh disejahterakan, mereka kan lebih dekat daripada penguasa, penguasa minyak, penguasa sawah, penguasa kebun, penguasa pasar, jadi merekalah yang dijadikan kunci.

Ibarat dari jembatan, mereka ialah jembatan penghubungnya, jadi kalau jembatannya rusak maka jalan A dan B tidak akan terhubung, jika jembatannya bagus dan layak maka akan dapat dijadikan penghubung.

Jika "Tanah dan Negri" sudah merata dan sejahtera antara kesemuanya tidak ada yang rusak, utuh semua, baik dan benar, serta dapat dijadikan pedoman maka akan cocok dengan kesinambungannya, maka bangsa dan rakyat akan juga "Hidup" dalam pengertian disini dapat diartikan sebagai sejahtera, damai, tentram. Tidak ada gejolak, tidak ada provokator yang memecah belah, karena memang sebelumnya di dalam pejabat negeri memang sudah tertata baik dan tidak ada unsur unsur memecah belah persatuan dan kesatuan.

Sejatinya rakyat itu hidup tentram dan damai tanpa ada pengusik maupun luapan kemarahan, mereka sudah cukup dengan sandang dan pangan mereka sendiri, sawah dan kebun mereka sendiri, kapal dan laut mereka sendiri, mereka sudah cukup itu semua, hanya saja jika tidak ada "penyamar" berpura-pura merakyat yang bertindak sebagai pengacau yang berseragam "Pro-rakyat" sejatinya memilih dukungan untuk naik panggung dan duduk diatas kursi kursi wakil rakyat, merekalah yang seharusnya dicap sebagai pengacau, mereka yang sejatinya bertanggung jawab dalam mencekoki pendidikan, jadi mereka kan yang mendidik, system pendidikan juga mereka yang membuat, jika rakyat dianggap bodoh, sebaiknya mana yang disalahkan, jadi lucu kan.

Dalam petikan lirik juga diketahui bahwa yang didahulukan ialah "Bangunlah Jiwanya" daripada "Bangunlah Badannya" karena menurut saya, jiwa itu memiliki 99% pengaruh daripada fisiknya, memang benar apa "Indonesia Raya" bahwasannya unsur yang diutamakan untuk memperkuat suatu Negara ialah membangun jiwa masyarakatnya terlebih dahulu, masyarkat berate keseluruhan orang yang berada di Negara tanpa terkecuali, kita pasti ingat kan suatu parikan "Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat", ya disitulah salah satunya, dalam keadaan jiwa yang sehat, maka pikiran kita akan mengikuti mana aliran kebaikan, mana ombak yang menjerumuskan, mana hujan yang mematikandan. 

Jiwa juga merupakan unsur yang alamiah yang berada ditubuh, naluri akan mengikuti jiwa, jiwa yang sehat bukan berarti kita akan menjadi "sama" tetapi kita memiliki tujuan yang sama, dalam kasus ini banyak sekarang para orang-orang yang merasa memiliki jiwa sehat menurutnya dan komunitasnya dan kaumnya, dia merasa memiliki jiwa sehat, hanya "merasa" berarti kemauannya untuk orang lain juga ketahui, dia merasa paling sehat jiwanya yang berusaha merongrong pondasi agar suatu badan goyah, soalnya dia merasa, bukan karena orang lain liat dan rasa.

Jika jiwanya sudah benar dan sehat secara batiniyah dan kejiwaan, maka pembangunan "Badan" akan mudah, iya kan sesuai dengan parikan tadi, yang saya maksud disini "Badan" ialah suatu aliansi pokoknya badan hukum, dimana suatu kelompok tersebut adalah yang paling getol dan selalu berada di barisan paling depan jika disuruh untuk menjaga persatuan dan memiliki baju seragam "Pro-rakyat", bagaimana suatu "Badan" berdiri kokoh dan baik-baik saja jika jiwanya saja sudah bobrok, sudah sakit, ya tidak bisa, jika dibayangkan seorang kakek mantan invantri berumur tua sekitar 80 tahunan, tetapi memiliki jiwa yang sehat, jiwa patriotism, jiwa yang bijaksana selagi dermawan, meskipun badannya terlihat tua tepati kalau dilihat dari semangat jiwanya maka kakek tersebut akan terlihat kuat, orang yang melihat akan menundukkan kepala dan akan mempercayainya pada pandangan pertama.

Sebelum membangun suatu "Badan" maka harus kroscek dulu "Jiwa" nya, agar tidak ada konflik dalam badan tersebut, lebih lebih jika sampai merembet kepada orang yang tidak bersalah, orang yang tidak tahu akar permasalahannya akan diracun dengan iming-iming sebuah kejayaan mereka mau, padahal mereka tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, mereka diperbudak secara ego oleh "Badan" yang secara kejiwaannya sudah sakit, maka "Badan tersebut akan sangat dipertanggung jawabkan atas ulahnya mengacaukan dan membaya orang tak bersalah untuk diajari rasa saling membenci, rasa anti toleransi, rasa yang memprioritaskan gengsi. Mereka adalah korban dari suatu "Badan" yang gila jiwanya.

Setelah semuanya sesuai denga apa yang dicitakan, tanpa disuruh dan tanpa dipaksakan kesemuanya akan memberikan ucapan atas apa yang dikorbankan, keselamatan dan harta benda, keluarga dan tekanan dari kanan kiri yang tidak penting karena kita adalah Negara non-blok yang tidak mau bersekutu kepada juragan, yang mungkin omongannya tidak sebagus perilagu saat bernegosiasi, semuanya akan melanjutkan ceritanya kepada keturunan mereka, memberikan ajaran saling toleransi bukan saling membenci, memberikan kasih sayang berupa budi luhur, tertata dan teratur untuk rumah mereka yang sebenarnya, untuk rahmat tuhan yang tiada tara, untuk Indonesia raya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun