Mohon tunggu...
butefia gandisha amalia
butefia gandisha amalia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Butefia Gandisha Amalia, Mahasiswi Universitas Andalas Jurusan Sastra Jepang

Butefia Gandisha Amalia 27 Agustus 2002 Panyabungan, Mandailing Natal, Sumatra Utara Mahasiswi Universitas Andalas Jurusan Sastra Jepang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sistem Kekerabatan pada Kebudayaan Minangkabau

7 Maret 2021   15:20 Diperbarui: 7 Maret 2021   16:30 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minangkabau merupakan salah satu suku yang terdapat di Indonesia. Suku Minangkabau sendiri banyak terpencar di seluruh Indonesia, tetapi mendominasi di daerah Sumatra Barat. Suku Minangkabau mempunyai kebudayaan yang sangat kental dan unik. Salah satunya yaitu menganut sistem kekerabatan matrilineal. 

Beda dengan suku lain seperti Batak yang garis keturunannya berasal dari ayah atau biasa disebut sistem patrilineal, Suku Minangkabau justru menetapkan garis keturunannya berasal dari ibu, yakni disebut sistem matrilineal. Unik bukan?

Sistem matrilineal ini sendiri merupakan suatu sistem kekerabatan yang keturunan dihitung menurut garis ibu serta suku terbentuk menurut garis ibu. Misalnya seorang anak memiliki ayah dengan suku Tanjuang, sedangkan ibunya memiliki suku Piliang, maka suku sang anak tersebut adalah Piliang. Sebagaimana yang sesuai dengan aturan sistem matrilineal tadi.

Selain itu, menurut adat Minangkabau, masyarakat suku Minang diharuskan menikah dengan orang dari luar sukunya. Atau dalam arti lain, suatu pasangan tidak dapat menikah apabila memiliki suku yang sama. Misalnya suku pihak wanita adalah suku Chaniago, dan suku pihak pria pun Chaniago, maka mereka akan dilarang untuk menikah. Apabila melanggar, maka akan dikenakan hukum yang berlaku.

Dalam hal meminang pun, jika suku-suku lain pihak mempelai pria lah yang datang meminang dan membawa hantaran seserahan ke keluarga calon mempelai wanita, maka di budaya Minang adalah kebalikannya. Pihak mempelai wanitalah yang datang ke kediaman pihak mempelai pria. Hal ini juga tidak lepas dari sistem kekerabatan matrilineal yang sudah dijelaskan tadi.

Pembagian warisan pada sistem matrilineal di Minangkabau ini juga berbeda dengan suku-suku lain, yaitu jika biasanya laki-laki yang mendapat bagian harta waris yang paling banyak, maka pada adat Minangkabau ini perempuanlah yang mendapat bagian paling banyak dari ibu.

Berikut adalah istilah-istilah yang biasa dipakai pada adat Minangkabau yang berhubungan dengan sistem Matrilineal:

 1. Bundo Kanduang

Bundo Kanduang adalah sebuah julukan yang di tujukan kepada perempuan yang memimpin suatu keluarga dalam adat Minangkabau. Julukan ini biasanya melekat pada perempuan yang sudah berkeluarga dan memiliki kebijaksanaan.

2. Niniak Mamak

Peran paman atau om disebut dengan Niniak Mamak. Peran Ninik Mamak ini lebih dominan ketimbang ayah kandung dalam hal keputusan, pembagian harta waris, dan hal-hal sebagainya haruslah meminta pendapat dari Niniak Mamak. Bahkan, jika keponakan-keponakan perempuannya menikah, maka Niniak Mamak lah yang akan sibuk mengurus persiapannya.

3. Urang Sumando

Urang Sumando adalah kedudukan seorang suami  yang menumpang di rumah keluarga istri. 

4. Malakok

Anak-anak yang lahir dari perkawinan antara pria Minang dengan wanita non-Minang tidak dapat masuk dalam garis kekerabatan Minangkabau sehingga sang anak tidak memiliki suku, tetapi dapat dicarikan suku dengan menjalani proses adat yang disebut malakok. 

5. Pasumandan dan Mandan

Berhubungan dengan urang Sumando yang sudah dijelaskan tadi, wanita tempat menumpang disebut mandan. Sedangkan keluarga pihak pria menyebut istri dari saudara laki-lakinya adalah pasumandan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun