Mohon tunggu...
Cerita Pemilih

Sikap-sikap Politik Anies Baswedan

18 April 2017   14:47 Diperbarui: 18 April 2017   15:10 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Yang satu menawarkan kebaruan, yang satu justru bagian dari yang lama. Disini terdapat perbedaan, Pak Jokowi mengatakan manusia Indonesia jadi kunci. Pak Jokowi lebih banyak bicara soal manusia, Pak Prabowo lebih banyak bicara Sumber Daya Alam (SDA). Kalau kita memiliki retorik nasionalistik tapi yang dibicarakan hanya sumber daya alam (SDA), maka sebnarnya kita telah meneruskan cara berpikir kaum kolonial. Kenapa?, karena kaum kolonial datang ke Indonesia itu, sama sekali tidak memikirkan manusianya yang mereka fikirkan adalah extraction of resources.Anda lihat peta rel kereta api di jawa? Peta itu mencerminkan pusat-pusat eksploitasi sumber daya alam. Bicara style, Pak Jokowi itu hidupnya sangat sederhana, kalau ditanya apakah dia mampu hidup lebih dari seperti sekarang? Ohh iya.

Mendukung Jokowi anda tidak punya beban moral untuk menjelaskan kenapa Pak Jokowi. Karena itu biasanya pendukung Pak Jokowi biasanya tidak sembunyi-sembunyi. Ada pendukung yang gak berani terus terang, takut ditanya masa lalu, karena masalalu gak bisa dijawab.

Usia bangsa ini masih panjang, bukan tanggal 9, begitu banyak kampanye yang dilakukan merobek rasa kebangsaan kita. Tenun kita, tenun kebangsaan ini itu dirajuk dari etnis yang variasi, agama bervariasi, bahasa bervariasi, dan ini tidak boleh robek hanya karena urusan pilpres. Karena itu pendukung Jokowi-JK adalah orang-orang berkampanye dan menjaga suasana kebangsaan Indonesia.

ANIES BASWEDAN BICARA PLURALISM

Rakyat Indonesia memilih pemimpin yang disukai, bahkan dimana-mana seperti itu, termasuk di AS, yang menyalonkan partai, nah partai ini harus mencalonkan orang yang baik sehingga siapapun yang disukai hasilnya positif, itu di Indonesia belum ada. Kenapa belum ada? Ada satu faktor yang tidak banyak dikelola yaitu pembiayaan dalam partai, pembiayaa dalam politik kita masih unregulated seakan-akan semua nabi, seakan-akan semua orang masuk politik itu altruistik, bahwa saya disana untuk republik, ya pidatonya begitu di dunia manapun pidatonya begitu, tapi dalam kenyataannya mereka punya interes masing-masing. Bila itu tidak kekelola terutama pada pembiayaan kita akan terjebak. Itulah sebabnya pada saat kampanye dananya banyak, begitu masuk dipemerintahan mereka harus membicarakan pengembalian, dan pengembalian ini mengorbankan dana yang harusnya untuk rakyat.

Kehidupan toleransi kita; Iya, pluralism ini harus dibangun dari rumah. Tapi lebih jauh negara harus hadir untuk melindungi kebhinnekaan. Kekerasan itu bukan persoalan toleransi perbadaan keyakinan, ini persoalan warga negara melanggar hukum yang didiamkan. Kita sering memperrumit masalah, dengan menganalisa peristiwa secara sosiologi-intereligius, membantu polisi tidak berani bertindak. Misalnya kita melihat masjid Ahmadia di rusak, lalu kita membicarakannya tentang sejarahnya ahmadia, hubungannya ahmadiah dengan sunni, lalu kita kaji kenapa hubungannya rusak. Padahal ada sekelompok warga negara melakukan kekerasan kepada sekelompok warga negara lain, ini yang harus ditangkap lalu di proses.

Dalam pembukaan undang-undang kita tidak ada sedikitpun kata mayoritas atau minoritas, karena memang republik ini didirikan bukan untuk melindungi mayoritas atau minoritas,yang harus dilindungi adalah setiap warga negara. Kita menyaksikan itu menjadi konflicated karena kita melihatnya sebagai umat agama tertentu, coba kita lihat sebagai warga negara, tuntutan kita tegakkan hukum

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun