Mohon tunggu...
Busthomi Dipantara
Busthomi Dipantara Mohon Tunggu... Mahasiswa-Freelancer -

Satu dari sekian pemuda yang masih percaya akan kemerdekaan, keadilan, dan kemanusiaan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Airlangga dan Delapan Pedoman Sang Pemimpin

7 Maret 2016   16:34 Diperbarui: 7 Maret 2016   18:54 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Secara harfiah Asto Broto berarti 8 (delapan) laku/perbuatan. Asto Broto sendiri ialah temuan asli Mpu Kanwa, orisinil dan bukan hasil plagiasi atau apapun. Merupakan suatu pedoman yang menggambarkan 8 manifestasi Tuhan Yang Maha Esa di alam semesta ini. Asto Broto ialah satu kesatuan. Harus dimiliki dan dilaksanakan secara bersama-sama, tidak berdiri sendiri satu sama lain. Mengajarkan kepada setiap pemimpin agar selalu berpikir, berbuat dan beraksi semata-mata untuk rakyat tanpa ada kepentingan apapun. Melalui 8 pedoman inilah, Mpu Kanwa menaruh harapan kepada Airlangga, agar benar-benar menjalankan ajaran tersebut apabila telah menjadi pemimpin kelak.

Pengajaran "Asto Broto" dilakukan setiap malam selama berbulan-bulan. Adapun 8 elemen Asto Broto yang diajarkan Mpu Kanwa kepada Airlangga adalah sebagai berikut:

1. Ambeging bhumi,
2. Ambeging banyu,
3. Ambeging agni,
4. Ambeging angin,
5. Ambeging suryo,
6. Ambeging condro,
7. Ambeging kartiko,
8. Ambeging dahono.

Airlangga sangat bersungguh-sungguh dalam mempelajari ajaran tersebut. Satu per satu elemen Asto Broto itu diresapi maknanya, disesuaikan dengan wataknya sendiri.

 

Kepemimpinan Airlangga

Atas dasar pengetahuan dan pengalaman hidupnya, Airlangga merasa bahwa dirinya telah mampu menjadi seorang pemimpin. Ia benar-benar sudah siap meski usianya baru sembilan belas tahun. Dalam memulai kepemimpinannya, Airlangga berusaha membangun kembali Kerajaan Medang dari sisa-sisa reruntuhan penyerangan yang telah lalu. Airlangga melakukannya dalam 3 fase, yaitu fase konsolidasi, fase keemasan, dan fase pemerintahan.

Fase konsolidasi ialah masa perjuangan Airlangga dalam rangka menegakkan kembali hegemoni kerajaan. Dimulai dengan pengumpulan rakyat-rakyat Medang yang akan dipimpinnya, hingga pengumpulan kerajaan-kerajaan vasal yang menjadi bawahan Kerajaan Medang sebelumnya. Namun, dalam upaya ini Airlangga tidak dengan mudahnya mendapatkan apa yang ia harapkan. Pasca penyerangan atas Medang, Wora-Wari lantas menguasai wilayah kerajaan itu. Hal itu menjadi celah bagi sejumlah kerajaan vasal untuk melepaskan diri dari cengkeraman Medang yang telah dikuasai Wora-Wari. Bahkan beberapa diantaranya enggan untuk menyerahkan upeti sebagai kewajibannya kepada Medang.

Meskipun Airlangga telah berhasil merebut kembali wilayah Medang dari Wora-Wari, ia tetap mendapat penolakan dari kerajaan-kerajaan vasal yang tak lagi setia. Bahkan mereka menganggap rendah Airlangga yang masih berusia sangat muda dan belum teruji kemampuannya. Sehingga kerajaan-kerajaan tersebut enggan tunduk kembali kepada Kerajaan Medang dibawah kekuasaan Airlangga saat itu. Kerajaan Wengker misalnya, yang telah menjadi jauh lebih besar dari sebelumnya, semasa dibawah Kerajaan Medang. Hal inilah yang memicu adanya pertempuran pasukan Medang terhadap beberapa kerajaan. Peperangan terjadi beberapa kali, kemenangan pun didapat atas kerajaan-kerajaan kecil, namun hanya kerajaan Wengker yang mampu mengalahkan pasukan Medang. Dua kali peperangan dengan kerajaan Wengker membawa kekalahan telak. Pada akhirnya, Airlangga menyusun siasat untuk menyerang kerajaan-kerajaan yang menjadi kerabat dari kerajaan Wengker. Hal ini sangat berpengaruh terhadap mental kerajaan Wengker. Hingga pada peperangan ketiga, pasukan Medang berhasil mengalahkan Wengker.

Kedua, ialah fase keemasan, dimana Kerajaan Medang dalam masa damai tanpa ada peperangan. Keadaan semacam ini dimanfaatkan Airlangga untuk memperbaiki kehidupan rakyat. Ia memulainya dengan perbaikan pada aspek ekonomi, yang dianggap lebih krusial dan kunci dari kehidupan rakyat. Airlangga beranggapan, jika perekonomian negara baik pasti akan membawa dampak positif terhadap tiga aspek lainnya, yaitu aspek politik, aspek agama, dan aspek sosial.

Ketiga, ialah fase pemerintahan, sebuah masa dimana Airlangga membawahi pemerintahan Medang. Penderitaan yang telah dialaminya, telah mempertajam akal dan nurani Airlangga sebagai Raja. Sehingga ia paham betul dengan keadaan rakyat sebenarnya. Oleh sebab itu, sentral perhatian Airlangga hanyalah semata tertuju pada kemakmuran rakyat. Dan menurut catatan sejarah, Kerajaan Medang menjadi lebih gemilang ketika puncak pimpinan dipegang oleh Airlangga. Setiap bidang kehidupan maju dengan pesat. Rakyat hidup makmur, murah sandang, murah pangan. Gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja. Airlangga berhasil mengangkat nama Medang, dari lembah kehancuran keatas permukaan yang cemerlang dan mengagumkan banyak orang, tidak hanya di Jawa, tetapi sampai ke mancanegara. Selain itu, Airlangga juga membuat dirinya sebagai salah satu raja besar dalam sejarah Indonesia kuno.

Asto broto begitu melekat dan menyatu dengan dirinya dan sangat berpengaruh dalam setiap kebijakan yang diambilnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun