Jakarta selalu menarik perhatian banyak orang dan menjadi pijakan politik nasional. Menarik perhatian karena hampir semua mata dapat menyaksikan dinamika Pilkada Jakarta setiap saat melalui saluran media massa dan media sosial tanpa harus pergi ke Jakarta terlebih dahulu.
Pemilihan Kepala DaerahDalam artian, ada peran besar media yang senantiasa menyorot hiruk-pikuk dinamika politik DKI Jakarta dan mendistribuskannya kepada khalayak untuk dikonsumsi. Wajar kemudian bila informasi seputar Pilkada Jakarta lebih mendominasi daripada kabar Pilkada daerah Sumatra dan lainnya.
Padahal, ada 38 Pemilihan Gubernur yang dilaksanakan secara bersamaan alias serentak. Hal ini semakin menguatkan bahwa Pilkada DKI Jakarta mampu merubah lanskap politik nasional sekurang-kurangnya lima tahun ke depan.
Selain karena ibu kota negara yang menjadi pusat kegiatan pemerintahan, Pilkada Jakarta juga jadi pusat perpolitikan di mana para kandidat dan pemenang Pilkada nantinya bisa berpeluang mecalonkan diri sebagai calon presiden dan atau wakilnya.
Bagi partai politik, DKI Jakarta merupakan pusat kekuatan serta bisa jadi penentu kemenangan partai secara nasional. Sebab, menguasai Jakarta berarti menguasai Indonesia, dalam artian menguasasi jantung politik nasional.
Artinya, memenangi kontestasi Pilkada Jakarta merupakan sebuah keharusan bila ingin maju di Pemilu 2029 mendatang, sebab gubernur Jakarta terpilih nantinya akan terus disorot oleh media, sehingga semakin popular dan dikenal masyarakat secara luas.
Dua nama tokoh berhasil menjadi calon presiden, Joko Widodo dan Anies Rasyid Baswedan. Keduanya merupakan mantan gubernur DKI Jakarta dengan periodesasi berbeda. Jokowi lebih awal, dan beliau ditakdirkan menjadi presiden republik Indonesia dua periode. Sementara pak Anies tidak terpilih sebagai pemenang Pilpres tahun 2024. Â
Kini, kedua mantan gubernur DKI Jakarta tersebut muncul kembali di tengah sengitnya Pilkada Jakarta. Baik Jokowi maupun Anies sama-sama hadir menggunakan kepopulerannya sebagai mantan pejabat tinggi negara untuk mendukung salah satu paslon. Konon, Jokowi mendukung pasangan RK-Suswono, dan Anies mendukung pasangan Pram-Doel.
Endorsement Politik Jokowi dan Anies
Political endorsement atau dukungan politik dari tokoh berpengaruh dan terkenal adalah salah satu dari sekian banyak cara untuk menaikkan citra, meyakinkan pemilih, meningkatkan public trust dan menambah elektabilitas seorang kandidat tertentu untuk memenangkan kontestasi.
Hal ini lumrah dilakukan, mengingat masyarakat Indonesia sebagian besar masih cenderung melihat serta mendengar sosok figur semisal tokoh agama dalam memberikan dukungan atau menentukan pilihan politik mereka.
Termasuk dua tokoh nasional, Jokowi dan Anies, yang sama-sama memiliki pengaruh sangat besar dalam konteks politik nasional, terutama DKI Jakarta. Keduanya sama-sama populer di telinga masyarakat Jakarta, memiliki rekam jejak yang baik serta basis pendukung militan.
Endorsement politik Jokowi terhadap pasangan RK-Suswono tentu dalam rangka meyakinkan masyarakat DKI Jakarta bahwa pasangan Ridwan Kamil-Suswono mempunyai kapasitas serta kapabalitas mumpuni sehingga dia layak memimpin Jakarta.
Begitu pula Anies R. Baswedan, ia mengendorse pasangan calon Pram-Doel untuk dipilih oleh masyarakat DKI Jakarta dengan alasan serupa berdasarkan pertimbangan pribadinya, memiliki kapasitas serta kapabalitas memimpin ibu kota negara.
Tentu saja, dukungan politik Jokowi dan Anies ini menargetkan basis massa militan masing-masing, yang bila Jokowi atau Anies bilang A, otomatis semua pendukungnya mengikuti dan ikut terlibat memenangkan kandidat dukungan masing-masing. Terbukti, setelah Jokowi serta terang-terangan memberikan dukungan, dinamika politik DKI Jakarta mulai berubah.
Inilah pentingnya political endorsement atau dukungan politik dalam kontestasi politik seperti Pilkada, terutama DKI Jakarta. Jokowi dan Anies menggunakan kepopuleran dan pengaruhnya untuk meyakinkan masyarakat Jakarta untuk memilih pemimpin sesuai dengan pilihannya.
Rekam Jejak Jokowi dan Anies
Bila ditelisik, kedua mantan gubernur DKI Jakarta, Jokowi dan Anies, sama-sama mempunyai rekam jejak atau prestasi gemilang selama menjabat atau memimpin Jakarta. Misalnya, Anies yang berhasil menghentikan reklamasi, menata kampung-kampung dan mengelola kota.
Sementara Jokowi, dikenal dengan program-programnya yang pro rakyat semisal Kartu Jakarta Sehat (KJS), Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan pembenahan sarana transportasi seperti MRT, Trans Jakarta dan lain sebagainya yang sampai saat ini juga masih dirasakan oleh masyarakat Jakarta.
Kalau boleh dikata, baik Jokowi maupun Anies, sama-sama dianggap telah memperjuangkan kepentingan rakyat Jakarta dengan cara dan pengetahuan masing-masing, dan tentu saja hal ini disampaikan oleh masing-masing pembela dan pendukung mereka berdua dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Â
Bedanya, Jokowi acapkali dicitrakan sebagai sosok pemimpin yang dekat dengan rakyat lewat agenda "blusukannya," sederhana, sedikit bicara dan kerja nyata.
Sementara Anies merupakan antitesa dari pak Jokowi, anti blusukan, banyak bicara, dan banyak kerja. Basis pendukungnya, Jokowi dekat kalangan nasionalis dan rakyat kecil, Anies, didukung oleh kalangan religius dan kaum terdidik.
Masing-masing pendukung memiliki loyalitas yang tinggi terhadap Jokowi dan Anies. Kandidat yang menggunakan jasa endorsement Jokowi dan Anies akan mendapatkan limpahan jumlah suara cukup signifikan, dan bahkan bisa menjadi penentu kemenangan.
Apalagi kalau sampai Jokowi atau Anies ikut turun tangan mengatur trategi pemenangan bagi kandidat tertentu, boleh jadi kemenangan yang pernah diraih saat Pilkada dirinya bisa Kembali terulang, entah itu pasangan RK-Suswono atau Pram-Doel.
Kombinasi Jokowi dan Anies
Hadirnya Jokowi dan Anies dalam kontestasi Pilkada DKI Jakarta sebagai endorser, pendukung salah satu pasangan calon gubernur semakin menghangatkan suasana politik ibu kota. Seakan peristiwa Pilres beberapa waktu lalu kembali terulang sebagai pembuktian siapa di antara dua tokoh ini yang masih memiliki pengaruh besar terhadap keputusan masyarakat Jakarta.
Meskipun political endorsement dari Jokowi dan Anies bukan satu-satunya strategi bagi calon untuk meraih simpati publik, namun keduanya dianggap orang yang paling memungkinkan dalam meyakinkan masyarakat Jakarta memilih calon pemimpin mereka.
Dukungan politik Jokowi dan Anies juga mereprestasikan ide atau narasi kampanye dari dua pasangan calon gubernur DKI Jakarta. Misalnya, karena didukung oleh Jokowi, maka narasi kampanye yang dibangun oleh pasangan RK-Suswono adalah keberlanjutan pembangunan ala Jokowi dan begitu juga sebaliknya.
Namun demikian, endorsement Jokowi dan Anies hanyalah salah satu variable saja. Kontestan  Pilkada Jakarta, khususnya RK-Suswono dan Pram-Doel harus mampu menghadirkan visi baru yang relevan dengan tantangan Jakarta ke depan, seperti banjir, kemacetan, kesejahteraan sosial dan transformasi digital.
Langkah maju, kreatif dan inovatif adalah mengkombinasikan kekuatan dan warisan dua tokoh tersebut untuk membangun DKI Jakarta. Ketergantungan semata pada efek figur tertentu bisa menjadi pedang bermata dua jika tidak dibarengi dengan kemampuan menghadirkan solusi nyata.
Hal ini bisa menjadi peluang sekaligus tantangan tersendiri bagi pasangan Dharma-Kun untuk mengelaborasi kekuatan Jokowi dan Anies, tidak diendorse atau didukung tapi mendapatkan efek elektabiltas dari kedua tokoh tersebut. Â
Alhasil, pilkada Jakarta 2024 akan menjadi ajang pembuktian: pertama, bisakah Jokowi atau Anies menyumbang suara signifikan bagi pasangan calon RK-Suswono dan Pram-Doel? Dan siapa yang mampu memanfaatkan efek dua tokoh besar ini sambil menghadirkan nilai tambah yang orisinal untuk memimpin Jakarta?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H