Mohon tunggu...
bustanol arifin
bustanol arifin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Happy Reader | Happy Writer

Tertarik Bahas Media dan Politik | Sore Hari Bahas Cinta | Sesekali Bahas Entrepreneurship

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Waspada Politisasi Hari Raya Kurban

16 Juni 2024   08:53 Diperbarui: 16 Juni 2024   08:56 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memasuki momentum Pilkada serentak 27 November 2024, para bakal calon kepala daerah dan juga partai politik sudah mulai bergerilya membangun citra, meraih simpati dan mencari dukungan dari masyarakat.

Di daerah tertentu, nama-nama bakal calon kepala daerah sudah mengerucut dan mendapat rekomendari dari partai politik. Pada saat bersamaan, partai politik saat ini sedang melakukan komunikasi politik tingkat tinggi untuk membangun koalisi.

Tak hanya partai politik dan bakal calon kepala daerah yang sudah bergerak mencari simpati dan dukungan dari masyarakat. Tim sukses dari bakal tersebut juga mulai masif menggalang dukungan, mengkampanyekan sosok tertentu agar cepat dikenal.

Misalnya, banyak spanduk bakal calon kepala daerah bertebaran di mana-mana. Sebagian ada yang dicetak sendiri atau oleh partai pendukung, sebagian lagi dibuat dan dicetak oleh tim suksesnya dengan mengatasnamakan ormas tertentu.

Dalam konstelasi politik, pertarungan memenangkan Pilkada itu sebenarnya sudah dimulai, meskipun secara aturan, pihak penyelenggara (KPU) belum mengumumkan waktu kampanye bagi para kontestan Pemilihan Kepala Daerah tahun ini.

Artinya, beberapa bakal calon kepala daerah mencuri start kampanye meskipun tidak secara vulgar alias terang-terangan. Biasanya, menggunakan kedok-kedok tertentu agar tidak disebut kampanye dan melanggara aturan Pilkada.

Dikenal juga dengan istilah kampanye terselubung, membuat atau menghadiri acara tertentu agar lebih dikenal oleh masyarakat. Termasuk juga, menunggangi perayaan atau hari besar umat beragama seperti Idul Fitri, Idul Adha, Natal dan lain sebagainya.

Mereka hadir dalam bentuk spanduk, baliho, stiker atau video ucapan selamat menunaikan, menjalankan, merayakan hari raya tertentu. Ini namanya politisasi hari raya umat beragama, numpang tenar menggunakan dalih ucapan selamat.

Bahaya Politisasi Perayaan Keagamaan

Sepintas, memang tak ada masalah dengan kehadiran para bakal calon kepala daerah di setiap momen kegiatan masyarakat semisal pengajian, kerja bakti, olahraga dan lain sebagainya. Juga nampak tak ada unsur kampanye dibalik ucapan selamat hari raya Idul Adha.

Namun, bila dibedah menggunakan teori Agenda Seting atau Dramaturgi misalnya maka dapat ditemukan agenda terselubung dibalik itu semua. Secara politik, mereka melakukan itu semua dalam rangka mendapatkan keuntungan politik, yakni popularitas dan elektabiltas.

Bagi para pelaku dan pemerhati media, spanduk atau baliho ucapan selamat yang di dalamnya ada foto diri, kemudian nama dan keterangan singkat berbunyi, "calon kepala daerah...." maka dapat dipastikan ini kampanye terselubung.

Lebih jauh, mereka (bakal calon kepala daerah) yang datang menemui masyarakat membawa paket bantuan dalam bentuk uang, makanan, pakaian atau barang dan jasa. Sebagian ada yang dibagikan sendiri, dan sebagian lagi dilakukan oleh timnya.  

Seperti saat sekarang ini, di mana masuk bulan Dzulhijjah yang di dalamnya ada perayaan Hari Raya Idul Adha bagi umat Islam. Orang Islam meyakini bahwa bulan ini mulia dan mengandung banyak keutamaan, sehingga sangat dianjutkan melakukan banyak kebaikan.

Khususnya ibadah kurban yang mengajarkan tentang pentingnya ketaatan, pengorbanan serta kepedulian terhadap sesama umat manusia. Artinya, secara substansi ibadah kurban ini bukan hanya bernilai ibadah, tapi juga berdampak sosial.

Sebab, hewan yang disembelih lalu dibagikan kepada orang yang membutuhkan akan sangat membantu mereka dan pada akhirnya memperkuat hubungan sosial kemasyarakatan. Inilah esensi utama dari pelaksanaan ibadah kurban itu sendiri.

Sayangnya, bagi sebagian politisi, hari raya Idul Adha yang sakral dan mulia ini justru kemudian dijadikan sebagai kesempatan untuk memperoleh keuntungan politik, meraih dukungan atau memperkuat posisi mereka.

Banyak dari mereka memanfaatkan momentum hari raya Idul Adha dengan cara memberikan bantuan dalam segala bentuk rupa dan warnanya. Lebih spesifik berupa hewan kurban atas nama pribadi untuk kepentingan pencalonannya.

Tentu saja, tidak semua politisi atau bakal calon kepala daerah melakukan hal demikian. Justru kita berdoa semoga tidak satu pun bakal calon kepada daerah di seluruh Indonesia yang rela mengotori ibadah suci ini hanya demi mewujudkan ambisi.

Sebab, politisasi perayaan keagamaan seperti ini cukup berbahaya bagi kesakralan ibadah dan berpotensi memecah belah masyarakat. Dalam konteks ini, kalaulah benar niat sesungguhnya dalam rangka meraih dukungan, maka secara otomatis kurbannya tidak sah.

Pada saat bersamaan, laku seperti ini termasuk bagian integral dari upaya menyogok rakyat melalui pendistribusian hewan kurban, dan hal ini dilarang oleh hukum agama, negara serta norma kehidupan masyarakat Indonesia.

Sekali lagi, patut dicurigai bilamana ada bakal calon kepala daerah yang memberikan bantuan dalam bentuk apapun, lebih khusus berupa hewan kurban di momen hari raya Idul Adha ini kepada kita semua, bahwa hal tersebut merupakan bagian dari agenda kampanye mereka.

Membangun Kesadaran dan Kewaspadaan

Rasanya, tidak ada jalan lain untuk mengakhiri politisasi hari raya Idul Adha ini kecuali dengan kesadaran dan kewaspadaan dari kita semua. Sadar bahwa ada kampanye terselubung dibalik kegiatan sosial dan keagamaan para politisi.

Sadar bahwa kita adalah rakyat yang berdaulat, pemilik kuasa dan penentu pemimpin daerah seluruh Indonesia.  Jangan mau suara kita dibeli dengan sepotong daging kurban apalagi rela menjadi bagian dari upaya politisasi hari raya Idul Adha ini.

Waspada! Jangan sampai terkecoh dengan bungkus religiusitas, tampak saleh dan dermawan namun, nyatanya ingin memperdaya kita. Jangan mudah tergiur dengan kemasan kepedulian terhadap sesama, boleh jadi itu jebakan untuk kita semua.

Terakhir, bagi para bakal calon kepala daerah, jangan kotori kesucian dan kesakralan ibadah kurban ini dengan kepentingan politik sesaat. Tahan diri untuk tidak mempolitisasi hari raya Idul Adha ini dengan segala bentuk dan caranya.        

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun