Mohon tunggu...
bustanol arifin
bustanol arifin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Happy Reader | Happy Writer

Tertarik Bahas Media dan Politik | Sore Hari Bahas Cinta | Sesekali Bahas Entrepreneurship

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Waspada Politisasi Hari Raya Kurban

16 Juni 2024   08:53 Diperbarui: 16 Juni 2024   08:56 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto sapi kurban milik Bupati Ponorogo, Ipong Muchlisson (13/06/22) | Dokumen Jatim Now

Memasuki momentum Pilkada serentak 27 November 2024, para bakal calon kepala daerah dan juga partai politik sudah mulai bergerilya membangun citra, meraih simpati dan mencari dukungan dari masyarakat.

Di daerah tertentu, nama-nama bakal calon kepala daerah sudah mengerucut dan mendapat rekomendari dari partai politik. Pada saat bersamaan, partai politik saat ini sedang melakukan komunikasi politik tingkat tinggi untuk membangun koalisi.

Tak hanya partai politik dan bakal calon kepala daerah yang sudah bergerak mencari simpati dan dukungan dari masyarakat. Tim sukses dari bakal tersebut juga mulai masif menggalang dukungan, mengkampanyekan sosok tertentu agar cepat dikenal.

Misalnya, banyak spanduk bakal calon kepala daerah bertebaran di mana-mana. Sebagian ada yang dicetak sendiri atau oleh partai pendukung, sebagian lagi dibuat dan dicetak oleh tim suksesnya dengan mengatasnamakan ormas tertentu.

Dalam konstelasi politik, pertarungan memenangkan Pilkada itu sebenarnya sudah dimulai, meskipun secara aturan, pihak penyelenggara (KPU) belum mengumumkan waktu kampanye bagi para kontestan Pemilihan Kepala Daerah tahun ini.

Artinya, beberapa bakal calon kepala daerah mencuri start kampanye meskipun tidak secara vulgar alias terang-terangan. Biasanya, menggunakan kedok-kedok tertentu agar tidak disebut kampanye dan melanggara aturan Pilkada.

Dikenal juga dengan istilah kampanye terselubung, membuat atau menghadiri acara tertentu agar lebih dikenal oleh masyarakat. Termasuk juga, menunggangi perayaan atau hari besar umat beragama seperti Idul Fitri, Idul Adha, Natal dan lain sebagainya.

Mereka hadir dalam bentuk spanduk, baliho, stiker atau video ucapan selamat menunaikan, menjalankan, merayakan hari raya tertentu. Ini namanya politisasi hari raya umat beragama, numpang tenar menggunakan dalih ucapan selamat.

Bahaya Politisasi Perayaan Keagamaan

Sepintas, memang tak ada masalah dengan kehadiran para bakal calon kepala daerah di setiap momen kegiatan masyarakat semisal pengajian, kerja bakti, olahraga dan lain sebagainya. Juga nampak tak ada unsur kampanye dibalik ucapan selamat hari raya Idul Adha.

Namun, bila dibedah menggunakan teori Agenda Seting atau Dramaturgi misalnya maka dapat ditemukan agenda terselubung dibalik itu semua. Secara politik, mereka melakukan itu semua dalam rangka mendapatkan keuntungan politik, yakni popularitas dan elektabiltas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun