presiden Joko Widodo menyatakan bahwa dirinya akan ikut cawe-cawe dalam urusan pilpres 2024, banyak kalangan mempertanyakan netralitasnya dalam pemilu kali ini. Netral dalam artian, tidak berpihak atau memberikan dukungan pada salah satu kandidat.
SejakBanyak yang menilai, cawe-cawe dimaksud adalah mendukung salah satu kontestan pilpres. Meskipun menurut presiden Joko Widodo "Cawe-Cawenya" adalah demi bangsa dan negara, tidak memihak pada salah satu kandidat. Beliau kemudian membuktikan dengan mengundang ketiga capres makan siang di istana negara.
Setelah kasus cawe-cawe mulai mereda, muncul lagi pernyataan "presiden boleh kampanye," dari pak Jokowi. Pernyataan ini juga cukup menghebohkan publik dan mendapatkan beragam respon dari berbagai kalangan.
Ada yang menilai wajar dan tidak melanggar hukum, karena memang secara aturan demikian. Sebagian lagi menyatakan menyalahi etika bernegara jika presiden Jokowi benar berkampanye untuk pasangan tertentu, sekaligus menyarakan agar presiden tidak melakukan itu.
Dua pernyataan multitafsir serta kontroversi ini membuat publik khawatir dan masih terus mencari petunjuk makna sebenarnya dari kata "cawe-cawe" dan "presiden boleh kampanye" tersebut. Kekhawatiran publik lebih kepada upaya presiden memenangkan pasangan tertentu menggunakan kekuasaannya sehingga dapat menggangu proses pelaksaan pemilu yang luber -jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil).
Sebagian kalangan bahkan terang-terangan mempertanyakan arah dukungan presiden Jokowi pada ketiga paslon capres dan cawapres. Mengingat, beliau selain sebagai kepala negara juga sebagai pengurus sekaligus kader partai dan pada saat bersamaan, salah satu putranya juga menjadi calon wakil presiden. Jadi, sangat mungkin presiden tidak netral.
Memang benar, secara terbuka pak Jokowi belum memberikan pernyataan dukungan, kecuali pernyataan multitafsir yang masih mangundang spekulasi dari semua kalangan. Sehingga, publik semakin penasaran perihal arah dukungan politik Jokowi sebenarnya. Â
Komunikasi Politik Tingkat Tinggi Jokowi
Setiap orang punya khas tersendiri dalam berbicara atau berkomunikasi, bukan hanya caranya tetapi juga topik-topik yang dibicarakan, tak terkecuali presiden Jokowi. Kekhasan ini menurut para ahli karena faktor warisan budaya masing-masing orang, seperti kekhasan orang Madura ketika berbicara dan juga suku atau bangsa lainnya.
Edward T. Hall membedakan kebudayaan ini dalam dua bagian, yakni konteks tingkat rendah dan tinggi. Budaya konteks rendah ditandai dengan komunikasi verbal yang eksplisit, langsung lugas dan berterus terang. Orang dengan budaya ini mengatakan apa yang mereka maksudkan dan memaksudkan apa yang mereka katakan.
Bila mereka mengatakan "Ya," itu berarti benar-benar menerima atau setuju. Dalam arti lain, suka blak-blakan dan tidak ada yang disembunyikan. Dalam konteks politik, berarti berbicara apa adanya, tidak berbelit-belit dan mudah dipahami.