Mohon tunggu...
bustanol arifin
bustanol arifin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Happy Reader | Happy Writer

Tertarik Bahas Media dan Politik | Sore Hari Bahas Cinta | Sesekali Bahas Entrepreneurship

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Debat Capres dalam Bingkai Media Sosial

15 Desember 2023   08:38 Diperbarui: 19 Desember 2023   14:30 753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sekelompok pemuda menonton bareng debat capres di warung Masakan Padang di Sukabumi Selatan, Kebun Jeruk, Jakarta Barat, Selasa (12/12/2023).  (Foto: KOMPAS/HIDAYAT SALAM)

Jadi, jangan pernah mengira banjirnya video-video pendek debat capres di media sosial kita itu merupakan proses alamiah, karena tingginya animo dan antusiasme masyarakat menonton debat capres lalu kemudian mereka memposting ulang.

Ada skenarionya, tim khusus, logistik, alat dan hal ini termasuk bagian dari strategi kampanye pemenangan pemilu atau keuntungan finansial pihak tertentu. Adanya buzzer-buzzer politik membuktikan bahwa keriuhan ini begitu terorganisir, terstruktur, terukur, sistematis dan masif.

Jadi menarik ketika fonomena ini dilihat menggunakan kacamata ilmu komunikasi atau media massa. Pertama, bila kita melihat dari segi fungsi, maka secara umum, media massa ataupun media sosial itu memiliki enam fungsi: pengawasan, informasi, interpretasi, transmisi nilai, pendidikan dan hiburan. 

Sementara, bila kita hendak mengetahui misi serta tujuan dari media, maka ada beberapa teori yang dapat kita gunakan. 

Teori jarum suntik, teori ini mengemukakan bahwa media menggangap publik sebagai pasien. Tunduk dan pasrah dijejali beragam berita serta informasi sesuai kehendak media itu sendiri.

Berikutnya adalah teori Agenda-Setting, dicetuskan oleh McCombs dan Shaw. Pada pemilihan gubernur Florida, mereka meneliti bagaimana media massa mempengaruhi para pemilih dan menemukan bahwa pemilih yang terpapar oleh informasi tentang calon tertentu cenderung memilih kandidat tersebut. 

Intinya, teori ini menegaskan bahwa media massa dengan sengaja mengangkat topik tertentu dan membuat publik menjadikan topik itu penting. Ya, seperti yang kita rasakan akhir-akhir ini perihal topik pemilu.

Lebih spesifik lagi, bila kita hendak mengetahui misi dari banjirnya informasi mengenai debat capres kemarin, baik itu berupa potongan video, gambar, tulisan, meme, pernyataan dan lain sebagainya, maka kita bisa menganalisisnya menggunakan analisis framing atau lebih familiar dengan analisis bingkai. 

Mendengar kata bingkai, kita mungkin ingat foto presiden dan wakil presiden yang terpajang di ruang kantor atau ruang kelas kita di sekolah. Jadi, foto itu dipotong sesuai ukuran tertentu kemudian dibingkai menggunakan kayu.

Simpelnya, media membingkai sebuah peristiwa dengan menonjolkan pesan tertentu. Contoh konkretnya, beredar potongan video pernyataan Anies soal Prabowo tidak kuat jadi oposisi di media sosial dengan caption atau keterangan narasi, "Jawaban menohok Anies ke Prabowo." 

Ada pula video pernyataan Prabowo terkait demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia. Polanya sama, dipotong lalu ditambah keterangan, "Anies tidak punya etika." Demikian juga dengan Ganjar, video pernyataannya dipotong, ditambah caption.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun