Mohon tunggu...
Bustanil Ilmi Agustin
Bustanil Ilmi Agustin Mohon Tunggu... Guru - Beginner

Seorang guru bahasa sekaligus mahasiswi pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Anak Pertama Perempuan

7 Februari 2024   22:16 Diperbarui: 7 Februari 2024   22:24 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                Di tengah perjalanan, mereka berhenti di sebuah masjid untuk sarapan. Namun, betapa terkejutnya Mia dan ibunya melihat Pak Hadi yang mendadak tangannya mulai kaku dan raut wajahnya berubah. Mereka merasa ada yang aneh. Dengan keadaan panik, mereka menuju ke klinik terdekat.

                "Bu, mohon maaf, tekanan darah Pak Hadi tinggi sekali, 220/90. Sebaiknya segera dibawa ke rumah sakit" kata seorang perawat yang menangani.

                Tanpa pikir panjang, mereka menuju ke rumah sakit. Pak Hadi langsung dilarikan ke IGD. Hanya Bu Nur yang diperbolehkan masuk untuk menemani Pak Hadi. Setelah dilakukan berbagai pemeriksaan, ternyata Pak Hadi terkena stroke. Pembuluh darah di otaknya pecah. Setengah badannya tak berdaya, bahkan untuk berbicara pun susah. Melihat kondisi ayahnya yang terkulai lemah, Mia dan ibunya pun menangis. Siapa sangka, Rencana Mia untuk mengambil ijazah dan berlibur ke luar kota berubah menjadi berlibur ke rumah sakit umum daerah. Pak Hadi yang tadinya baik-baik saja tiba-tiba terkena sakit parah.

                Mia mulai gelisah. Bagaimana jika nanti ayahnya tidak selamat? Ia belum sempat merasakan foto wisuda bersama ayahnya. Ia juga merasa belum sempat membahagiakan ayahnya. Bagaimana nanti jika ia menikah tanpa hadirnya seorang ayah? Padahal ayah adalah cinta pertama bagi anak perempuannya. Bagaimana nanti nasib keluarganya? Siapa yang akan membiayai sekolah adiknya? Sedangkan gaji Mia waktu itu hanya sekitar tiga ratus ribu rupiah. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu menghantui pikirannya. Sebagai anak pertama, Mia merasa bertanggung jawab atas keluarganya. 

"Ya Allah, tolong jangan ambil ayah saya sekarang. Saya belum siap" ini adalah doa yang selalu Mia lantunkan sambil menahan tangis.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun