Mohon tunggu...
Bustamin Wahid
Bustamin Wahid Mohon Tunggu... Administrasi - Nika

Bustamin Wahid ad/ Alumni Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Watak, Wawasan dan Nalar Papua : Jalan Literasi Intelektual Orang Moi, Tambrauw, dan Raja Ampat

27 Mei 2020   05:20 Diperbarui: 28 Mei 2020   08:32 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jangan salah ketiga anak-anak muda/mahasiswa mereka menjaga tradisi dan ritus itu sebagai jalana lain menempuh dan mengisi pengetahuan. Kesemuannya itu adalah bagian dari pada episode peradaban yang terus akan berlanjut, dan sampai kapan kita akhir peradaban ini.

Di Tambrauw banya serat cerita peradaban yang tersisa, kini harus mencari jalan untuk kembali memberi arti tentang naral dan adab menjadi pemenang di negeri ini. Ada seorang anak muda Tambrauw yang begitu gesit menyelesaikan tulisan skripisinya tentang "Local Genius: Konstruksi Kercedasan Orang-Orang Tambrauw Melelaui Pendidikan Insiasi".

Saya apresiasi tulisanya walau harus dilalui dengan susah payah karena kuranya referensi pendukung, tetapi hal baik telah ditorekhan disana. Pendidikan  insiasi telah tumbuh, setiap perempauan dan lelaki punya hak yang sama, sungguh keadilan dalam urusan kercerdasaan telah menjadi panutan para pendahulu.

Begitu adil wadah intelektual ini dibagi mengikuti jenis kelamin, pendidikan perempuan (fania meroh) dan pendidikan laki-laki (mber ion). (Baca: Bustami Wahid). Kepentingan pembagian ini adalah jalain ritus memahami makan dan esensi setiap insan manusia.

Belum lagi sosok  seorang Tiparie Anggiluli orang cerdas dan bijaksana dari Kokoda menjadi faslititatur hadirnya peradaban dan agama di tanah Tarof dan menghentikan pertumpahan dan kekacauan sosial.

Raja Ampat, tak hanya mempesona. Leluhur meraka dari entitas Fun, menjewantahkan mereka sebagai generasi yang punya penalaran, bahkan perjumpaan besar telah dititihkan disana. Perjumpaan identitas, keyakinan meronah dan menyatu padu. Disekempatan ini penulis tergoda dengan pergerakan kelompok mistisisme Islam Misol. 

Gerakan dan literasi kelompok tarekat/tiraqat sebagai jalan untuk memerdekan dan mencerdasakan orang Raja Ampat. Makna kecerdassan dan kermerdekan dilalui dengan jalan tarekat/tiraqat, rupanya tarekat/tiraqat di dihidupan dalam ruang sosial hingga menyentuk kedalaman kesaran tentang pentingnya menjadi manusia sempurna dan merdeka.

Di Raja Ampat Hi. Salahuddin bin Talabudin salah satu sufi yang kampanye dan mendakwakan tentang kecerdasaan, dan manusia merdeka hanya semata-mata menuju insan manusia sempuran, perjungan itu jauh hari sebelum orang bicara tentang Negara Kesatuan Repoblik Indonesia (NKRI).

Ataukah ruh mamri Gurabesi/Sefkamneri di Raja Ampat yang dalam peperangan sigitiga di Ternate yang berpegang teguh pada prinsi dan nilai Hak Asasi Manusia (HAM) pada saat membantu kesultanan Tidore,  dilarang membunu anak kecil, dilarang membunu permpauan dan dilarang membunu orang yang lemah.

Itu semua didasari atas kecerdasaan dan moral yang kuat. Hal itu dilakukan jauh haris sebelum kampanye tentang demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) ala barat yang sekrang ini kita kuatkan.    

Itu semua adalah perjuangan nalar, idiologi dan keyakninan, semata-mata manusia capai pada titik  kesempurnaan tanpa penindasaan. Pergerakan tarekata/tiraqat ini bukan episode baru, tokoh revolusi Iran Ali Syariati memformulasikan genotisisme sebagai jalan revolusi Islam Iran (RII). Kita belajar dari diaspora sufisme Islam di daratan Eropa dan Amerika, mereka tak sekerdaran kelompok ritus tapi menjangkau pada gerakan sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun