Mohon tunggu...
Bustamin Wahid
Bustamin Wahid Mohon Tunggu... Administrasi - Nika

Bustamin Wahid ad/ Alumni Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Risalah Gerakan dan Kearifan Intelektual

21 April 2020   02:07 Diperbarui: 21 April 2020   05:03 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Cerita gerkan semua orang punya prespektif, etos, rujukan, konsep, idiologi dan keterlibatan tiap subjek akan menyejarah (menjadi cerita dalam kitab gerakan). Tentu tidak paka dada dan saling menyakiti, merasa paling pintar dari segala dan semua atas apa yang ia indrawi adalah tanda dangkalnya epistemik.

Beberapa hari ini, podium dan mimbar akademik dipertanyakan oleh entitas yang bernama mahasiswa? Orasi digaungkan dengan suara yang keras dan terbawa emosional, sepenggal literasi gerkan tak elok kita dengar sebagai manusia.

Kata-kata yang tak dingin didendangkan, bahkan menyerang pribadi sebagai manusia. Di beberapa komentar kelompok gerakan bahkan menyebut kata-kata "bodo" yang jika dibaca menjurus kepada seorang oknum "dosen?".

Sungguh kata-kata "bodo" itu bagian dari pada proses menunju kecerdasan ucapa Ahmad Ridwan 14 tahun silam dalam sebuah risalah pendidikan kritis. Tapi bukan untuk dipertontonkan dan jadi bahan hinaan.

Fenomena kuasa, tiba-tiba kampus di demo atas nama kebenaran dan demokrasi. Alih-alih penolakan tentang Rektor Baru. Tabiat manusia  atas nama kuasa dibelah dan dihujat. "Tapi didih ini akan selesai jika kuasa di sadari sebagai keniscayaan sebagai insan manusia yang setiap etape akan menemukan entitasnya untuk diamanahi" ucap  Ibn Khaldun.

Gerakan minoritas mahasiswa ini menuntut kuasa Rektor. Mungkin mereka bertanya tentang kebenaran, diluar dari apa yang mereka pahami. PP Muhammadiyah telah menjelaskan dengan baik. Mungkin ada perjumpaan sehingga jalan damai adalah jalan yang kita rindukan bersama.

Kearifan Intelektual di Tanah MOI

Orang-orang MOI dengan urusan kecerdasaan adalah bukan hal baru, peradaban tuah mereka telah mengajari itu dalam ritus kecerdasaan dari generasi ke generasi. Tidak mungkin orang-orang MOI menghinati air mata pemikiran yang mengalir di kampus UM Sorong.

UM Sorong adalah kampus kebanggan orang Papua, disana mimbar akademi digaungkan sebagaimana pendidikan adat  kambik suku MOI hingga mereka menjadi manusia sempurnah.

Bambu kuning dan kain merah adalah tanda Pemalangan adat, semua atifitas kampus dihentikan, hening tak bersuara. Rasa duka atas peristiwa ini, semua merindukan interaski intelektual kembali berjalan semstinya hari-hari yang pernah kita lewati.

Saya meyakini kearifan intelektual mengalahkan emosi & logika hasrat. Kemudian meletakan semuanya dan menyadari bahwa kemanusiaan, moralitas  dan pengetahuan adalah segalanya atas tanah ini.

Dan merekalah orang-orang yang bicara bahwa wadah intelektualitas harus diselamtkan.

Catatan ini bukan pembela dari kubu mana pun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun