Mohon tunggu...
Busroni Wongsodimejo
Busroni Wongsodimejo Mohon Tunggu... wiraswasta -

Local made, fragile, low explosive..\r\nPls, handle with care!\r\n

Selanjutnya

Tutup

Bola

Sebuah Evaluasi, Piala Presiden untuk Apa ?

24 Februari 2018   13:58 Diperbarui: 24 Februari 2018   14:16 925
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Usai sudah gelaran festival sepakbola domestik bertajuk Piala Presiden. Turnamen yang sudah digelar tiga kali ini terlihat gegap gempita menyita perhatian publik Indonesia. Gaungnya serasa melebihi kompetisi reguler Liga 1. Bukan hanya melulu soal sepakbola tapi sisi politis yang mengirinya terutama pada final yang berlangsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno sepekan lalu. Yah, dari lahirnya kan Piala Presiden ini sudah bermuatan politis ketika pemerintah mengakomodasi keinginan pelaku sepakbola untuk menggelar turnamen sebagai akibat dari terhentinya kompetisi akibat pembekuan PSSI oleh pemerintah. Jadi boleh di kata Piala Presiden ini yang punya hajat adalah pemerintah bukan PSSI jadi gak usah heran jika bau politis akan selalu menyertainya.

Nah, setelah kondisi PSSI normal karena pemerintah ingin Piala Presiden tetap berlangsung setiap tahun maka PSSI 'terpaksa' mengakomodasi dengan menjadikannya sebagai turnamen pra musim. Pra musim sejatinya adalah ajang persiapan buat klub menyiapkan tim untuk berlaga di kompetisi sesungguhnya. Biasanya klub akan mencoba formasi dan pemain baru yang berbeda dengan tim musim sebelumnya. Otomatis level dan gengsi turnamen harusnya di bawah kompetisi reguler Liga 1 yang berlangsung dengan kompetisi penuh dimana semua tim berhadapan.

Beberapa klub memandang Piala Presiden sebagai ajang ujicoba sekaligus seleksi pemain yang bakal dikontrak atau dibuang. PSM Makassar misalnya tidak menurunkan skuad terbaiknya. Yang juga agak kurang dari turnamen ini adalah kembali absennya Persipura Jayapura yang dalam dekade terakhir menjadi kutub sepakbola Indonesia. Pada gelaran pertama mereka absen karena kecewa dengan Pemerintah yang membekukan PSSI yang berakibat terhentinya mereka dalam ajang AFC Cup 2015 padahal saat itu mereka lagi on fire.

Namun oleh beberapa klub Piala Presiden ini dipandang sangat bergengsi mungkin karena ada embel embel Presiden yang menyertainya. Dua finalis Persija Jakarta dan Bali United terlihat sangat berambisi menjadi juara turnamen ini. Kedua klub justru mengorbankan pertandingan pertama Piala AFC yang level antar klub Asia untuk habis habisan demi turnamen pra musim ini. Mereka hanya menurunkan tim pelapis yang jarang bermain untuk AFC Cup. Ditambah waktu pertandingan yang hanya jeda dua hari maka hasilnya jeblok. Persija yang harus langsung terbang ke Johor usai melawan PSMS Medan di semifinal untuk melakoni pertandingan di kandang Johor Darul Takzim dipecundangi 0 - 3. Mesin gol Persija, Marco Simic yang gemilang di Piala Presiden tidak diturunkan di pertandingan ini.

Nasib sama dialami Bali United juga jeblok. Meski tampil di hadapan ribuan pendukungnya di stadion Dipta, tim cadangan mereka terlihat tak mampu menahan gempuran skuad Yangon United hingga keok 1-3. Padahal secara peringkat di Asia level sepakbola Myanmar di bawah Indonesia. Faktor konsentrasi yang lebih ke Piala Presiden harus diakui jadi salah satu penyebab kegagalan Persija dan Bali United meraih poin di pertandingan pertama Piala AFC. Meski mereka masih menyisakan lima pertandingan untuk lolos ke babak berikutnya namun tentu perjuangan lebih berat. Ini yang perlu di evaluasi dari Piala Presiden tahun ini.

Selanjutnya Piala Presiden ini mau diapakan? Kalau mau diteruskan seperti apa? Kalau memang jadi turnamen pra musim harusnya formatnya lebih sederhana sehingga waktunya tidak panjang sehingga tidak bertabrakan dengan event lain yang sudah reguler mengikuti kalender PSSI, AFC maupun FIFA. Tapi kalau memakai embel embel nama Presiden tapi cuma untuk pra musim koq ya sepertinya menurunkan marwah lembaga simbol negara.

Kalau saya mending Piala Presiden ini dihilangkan saja diganti Piala Indonesia yang pernah exist yang diikuti juga oleh klub klub dari Liga 2 dan waktunya di sela sela kompetisi reguler. Untuk pra musim ada Piala Gubernur Jatim, Piala Gubernur Kaltim dan turnamen sejenisnya. Apalagi tahun depan adalah tahun pileg dan pilpres yang pasti sisi politis Piala Presiden akan lebih mewarnai atau kata yang lebih tepat menodainya.

Tapi kalau mau tetap diteruskan Piala Presiden ini bagusnya mempertemukan langsung juara kompetisi reguler Liga 1 melawan juara Piala Indonesia. Seperti Piala Super Spanyol yang mempertemukan juara Copa del Rey ( Piala Raja ) dengan juara La Liga atau Piala Super Italia yang diperebutkan antara juara Seria A dengan juara Coppa Italia. Malah lebih bergengsi karena mempertemukan antar juara resmi dan kebih penting tanpa mengorbankan kompetisi lain. Gimana PSSI dan Pemerintah ?

Salam fairplay,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun