“Merdeka Belajar” merupakan salah satu program unggulan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pascapenunjukan Nadiem Makarim sebagai nahkoda baru “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa.” Banyak kalangan dan pemerhati pendidikan yang meragukan, namun Sang Menteri tak ambil pusing.
Tidak ada program 100 hari apalagi aplikasi kuhusus pendidikan berbasis android sebagaimana yang dilakukannya di perusahaan GOJEK Indonesia yang juga berhasil membawa namanya tetiba menjadi buah bibir atau perbincangan hangat para politisi, pemilik partai dan pengamat dunia pendidikan.
Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo seolah ingin menunjukkan bahwa keberhasilan dunia pendidikan tidak bisa hanya diukur melalui angka, tetapi bagaimana pendidikan tersebut mampu menempah peserta didik untuk menjadi manusia yang memiliki karakter kuat dan berdikari, minimal di negerinya sendiri.
Seorang guru yang sedang mengikuti Program Sertifikasi dalam Jabatan (PLPG) di salah satu universitas ternama, tetiba kaget dan heran begitu Ia diperkenalkan oleh seorang pemateri sekaligus sebagai salah satu dosen yang menyandang gelar guru besar di universitas tersebut.
“Mohon maaf, Bapak-Ibu semuanya sebelum Saya memaparkan materi PLPG hari ini izinkanlah Saya memberi hormat dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada salah seorang peserta di ruangan ini yang tidak lain adalah guru Saya, berkat jasa-jasa beliau akhirnya Saya bisa berdiri di hadapan Bapak-Ibu semuanya.”
Demikian sepenggal kata-kata Sang Pemateri sambil menyebut nama Sang Guru dan memberikan hormat kepadanya. Para peserta PLPG pun akhirnya bersorak dan bertepuk tangan dalam suasana yang mengharukan. Tidak sedikit, di antara mereka ada yang meneteskan air mata.
“Mungkin” mereka terharu dan membayangkan bahwa kebahagiaan para guru adalah ketika menyaksikan murid-muridnya menjadi seseorang yang bermanfaat bagi sesama, juga kepada bangsa dan negaranya. Masih dalam suasana haru, Sang Murid (Pemateri) memanggil gurunya kedepan untuk diperkenalkan kepada peserta lainnya.
Sang Guru pun bergegas melangkah ke depan untuk bersalaman dengan Sang Murid, sambil berpelukan. Dalam keadaan berpelukan Sang Guru bertanya, “Mengapa bisa di sini?” itulah pertanyaan pertama Sang Guru kepada Sang Murid yang dahulu Ia kenal sebagai salah satu murid yang sering mendapatkan rotan atau hukuman darinya. Akhirnya reuni antara guru dan murid pun berlanjut di luar agenda kegiatan PLPG.
Seorang murid salah satu sekolah di Pulau Sumatera mengenang kisah perjuangannya untuk bisa menembus beasiswa S-2 unggulan di India. Sejak mengenyam pendidikan mulai SD sampai SMA, Ia selalu menjadi korban bulliying teman-temannya di sekolah. Kekerasan verbal hingga kekerasam fisik, menjadi pemanis di setiap langkahnya pada saat Ia pergi ke sekolah.
Menjadi satu-satunya siswa yang mendapatkan predikat “Tidak lulus” pada saat mengenyam pendidikan SMA, pun pada akhirnya mengantarkan dirinya untuk menempuh program kesetaraan Paket-C.
Berbekal ijazah Paket-C tersebut, Sang Murid kemudian mendaftar perguruan tingggi jenjang S-1 di Universitas Indonesia, dan jenjang S-2 di India melalui jalur beasiswa Unggulan. Berkat ketekunan Sang murid dalam belajar akhirnya Ia berhasil meraih gelar Magister di bidang nuklir, dan saat ini tercatat sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi universitas ternama di Jakarta.