Manchester United adalah klub terbaik untuk dijadikan contoh keberhasilan go public. Dari rentang tahun 1991-2005 ketika mereka listing di UK, mereka meraih segalanya bukan hanya gelar juara tapi keuntungan yang berlipat-lipat, menjadikan mereka sebagai the most valuable football club yang bernilai $2.2 Triliun menurut majalah Forbes. Semua itu indah hingga keluarga Glazer dari US datang membeli mayoritas saham MU dan memaksanya delisting. Glazer datang dengan membawa hutang yang sangat besar untuk mengakuisisi MU, total utang MU diperkirakan mencapai $700 juta! Dan ketika EUFA menerapkan aturan Financial Fair Play, maka Glazer boleh panik. Dalam 3 tahun utang MU harus dapat dikurangi lebih dari setengahnya tanpa bantuan suntikan dana berlebih dari sang pemilik.
Glazer kemudian melakukan cara cerdik dengan mencoba listing di New York, memanfaatkan celah pada aturan pasar modal US. Glazer hanya ingin melepas sedikit sahamnya (bahkan dengan hak suara yang kecil) sampai dapat meraih $100juta. Para pembeli sahamnya kemudian tidak akan memiliki hak suara yang cukup untuk melawan kebijakan Glazer. Dengan memuat 50 risiko investasi dalam prospektus setebal 300 halamannya, Glazer jelas mengincar fans-fans MU sebagai pembeli bukan investor berduit lainnya.
Tantangan Bagi PERSIB
Belajar dari Glasgow Rangers, Persib harus melihat bahwa performa di lapangan saja bahkan gelar juara tidak cukup untuk menjaga going concern sebuah klub sepakbola, berbagai faktor ikut mempangaruhi seperti Kualitas liga dan kondisi ekonomi nasional. Kualitas Liga Skotlandia yang didominasi secara berlebihan oleh duo glasgow membuat nilai hak siarnya berkurang, broadcast revenue yang menjadi andalan pemasukan bagi banyak tim tentu saja sangat berpengaruh terhadap kemampuan klub untuk terus menghasilkan keuntungan agar terus berjalan. Bagaimana dengan liga Indonesia? Jika liga kita berhasil membereskan masalah-masalahnya, saya rasa nilai kontrak hak siar yang bisa didapat Persib dengan rating tingginya akan sangat bagus untuk sumber pemasukan PERSIB.
Kondisi Ekonomi sendiri, jika kita mengacu pada pidato SBY tampaknya tidak akan ada masalah bagi para fans untuk membeli tiket pertandingan berapa pun harganya. Tumbuh 6% gitu loo. Dengan pertumbuhan yang ditopang konsumsi sebesar itu maka tiket pertandingan, merchandise resmi, dan advertising juga sponsorship masih dalam kategori aman. Terutama untuk klub dengan reputasi seperti PERSIB, dan fans fanatik seperti bobotoh.
PERSIB juga harus memiliki Visi yang jelas dalam pengembangan pemain-pemain muda dan akademinya. Sudah banyak terbukti akademi sepakbola yang bagus bisa menjadi nilai yang sangat berharga bagi sebuah klub sepakbola. La Masia-nya Barcelona berhasil menghasilkan pemain-pemain berkualitas yang pada akhirnya memberikan gelar juara bagi klub. Atau seperti Southmapton dan Sao Paulo yang pemain-pemain mudanya selalu diincar klub top Eropa, pemain muda menjadi penghasil duit! Tottenham Hotspurs berani berinvestasi banyak untuk membangun akademi dan pusat pelatihannya, mampukah PERSIB memliki visi seperti itu?
Persib pun saya rasa harus bisa membuat schedule amortisasi nilai pemain seperti yang dilaporkan oleh AS Roma. Menggambarkan secara transparan berapa nilai transfer dan nilai kotrak awal pemain, berapa bonus dan pendapatannya selama satu musim, berapa nliai kontrak yang berkurang dalam semusim dan apakah fakor-faktor lain yang mempengaruhi penurunan atau kenaikan nilai pemain tersebut secara nominal rupiah. Hal ini sangat bagus agar setiap pemain mendapat rated yang sesuai tidak over atau uinderrated.
Bagaimana dengan fanatisme bobotoh? Secara ekonomis tampaknya hanya bobotoh jutawan saja yang akan sangat terasa manfaatnya bagi persib ketika IPO. Transaksi saham tidaklah semudah transaksi barang lainnya. Seseorang jika ingin membeli saham Persib maka dia harus mendaftar ke perusahaan sekuritas atau broker, biasanya broker memiliki minimal jumlah dana yang disetor. Lalu ada juga jumlah minimal saham yang dibeli, biasanya 2 lot (1 lot = 500 lembar saham). Mang Farhan pernah bilang di media jika mayoritas bobotoh adalah yang berada pada status ekonomi menengah ke bawah, akan sangat sulit bagi mereka untuk berkontribusi bagi persib melalui pembelian saham. Bobotoh ini mungkin lebih terasa sumbangsihnya dengan membeli tiket pertandingan dan merchandise resmi Persib. Tetapi bagi Bobotoh jutawan akan sangat mudah mendapatkan akses ke broker untuk menggelontorkan duit beratus-ratus juta atau bahkan milyar rupiah untuk membeli saham Persib.
Satu hal yang perlu dicermati bobotoh adalah jangan sampai pemegang saham mayoritas melakukan apa yang dilakukan Glazer terhadap IPO MU di NY. Apakah saham yang dilepas bisa memberikan jaminan keterbukaan dalam penetuan kebijakan di Persib, atau hanya untuk memperoleh modal tambahan sedangkan hak suara utama tetap dipegang pemegang saham saat ini? 45% saham yang akan dilepas untuk memperoleh $20juta tersebut harus dapat berguna bagi kontrol publik terhadap kebijakan persib.
Bobotoh tetap harus mengawal rencana IPO ini, juga saat pelaksanaan perdagangan pertama di bursa, dan berbagai kebijakan yang diambil Persib setelah terdaftar di bursa efek nantinya. semua organ dalam klub harus bekerja sesuai job desc-nya masing-masing. Dewan komsisaris, direksi, manajer, tim pelatih, dan pemain.
Dunia sepakbola belum menjadi Industri di Indonesia, kemungkinan saham Persib untuk jeblok setelah IPO sangatlah besar. Investor akan berpikir bekali-kali sebelum menanamkan modalnya untuk Persib. bukan tak mungkin saham Persib justru menjadi saham gorengan yang dimanfaatkan oleh para spekulan untuk mengambil keuntungan singkat.